KUDUS, isknews.com – Survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang dilakukan oleh tim gabungan, yakni pemerintah, organisasi wakil pekerja dan organisasi pengusaha, dinilai tidak realistis. Pasalnya dalam survei tersebut tolok ukurnya mendasarkan pada kebutuhan hidup pekerja yang statusnya masih lajang, atau pekerja berpenghasilan rendah.
Wakil Sekretraris Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten Kudus, Drs Achmad Fikri, menyampaikan hal itu, saat dihubungi isknews.com, Kamis (3/9). Menurut dia, dari survei KHL yang menhasilkan angka Rp 1.327.000 itu, yang mencakup sebanyak 60 komponen KHL, diduga sebagian besar tidak sesuai dengan realitas, jika dibandingkan dengan harga-harga yang berlaku sekarang ini, yang dibutuhkan oleh pekerja.
Fikri mencontohkan komponen perumahan, kebutuhan kontrak atau sewa kamar hanya sebesar Rp 225.000 per bulan. Jelas tolok ukurnya adalah pekerja berpenghasilan rendah, padahal pekerja ada yang eksekutif, jadi bisa saja kebutuhan sewa sebesar Rp 500 – 700 ribu per bulan. Bandingkan dengan anggota dewan, yang tunjangan kontrak rumahnya sebesar Rp 2-1,5 juta per bulan.
Contoh lain, kebutuhan buku bacaan yang hanya dihargai Rp 5.000 per bulan, padahal harga buku di toko-toko buku di atas Rp paling murah Rp 8.000. Kebutuhan potong rambut yang hanya dihargai Rp 9000, padahal potong rambut madura saja Rp 20.000. Bahkan untuk potong rambut pekerja wanita, ditulis dengan angka 0, itu menunjukkan kalau tidak disuvei, pekerja wanita potong rambutnya di salon. “Untuk kebutuhan rekreasi pun hanya dihargai untuk tarip tiket masuk ke tempat rekreasi, yakni Rp 7500, per bulan.”
Dengan melihat hasil survei tersebut, ungkapnya lanjut, mendorong KSPSI Kabupaten Kudus untuk membentuk tim survei KHL sendiri, atau tim survai KHJL tandingan yang bertujuan mendapatkan data riil KHL yang sebenar-benarnya. Tim beranggotakan 12 orang itu sudah mulai bergerak, Kamis (3/9), dengan target empat pasar yang sama, yakni Pasar Kliwon, Pasar Bitingan, Pasar Bareng dan Pasar Mijen, masing-masing 3 orang anggota tim survei.
“Harapan kami, hasil survei KHL tim KSPSI, dapat menjadi bahan referensi dalam pembahasan Upah Minimum Kabupaten (UMK) udus 2016,” tegas Achmad Fikri. (DM)