Warga dan Aktivis Lingkungan Tolak Galian C di Honggosoco Kudus, ini Alasannya

oleh -31 Dilihat
Sugeng (tengah) memaparkan kekhawatiran warga terkait dampak ekologis tambang galian C di Honggosoco saat diwawancarai awak media, Rabu (4/6/2025). (Foto: Aris Sofiyanto/ISKNEWS.COM)

Kudus, isknews.com – Penolakan terhadap aktivitas pertambangan galian C di Desa Honggosoco, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, semakin menguat. Masyarakat yang tergabung dalam Koordinasi Kudus Peduli Honggosoco menyuarakan keberatannya terhadap keberadaan tambang tersebut yang dinilai tidak sesuai dengan aturan tata ruang dan mengancam kelestarian lingkungan serta situs budaya.

Sugeng, perwakilan dari Koordinasi Masyarakat Kudus Peduli Honggosoco, menyatakan bahwa masyarakat sangat keberatan dengan adanya galian C di wilayah tersebut. Menurutnya, aktivitas tambang yang diperkirakan sudah berlangsung dari pertengahan Mei 2025 itu dilakukan secara diam-diam, dan bahkan sempat menyebabkan kecelakaan yang sempat viral di media sosial.

“Kami tetap konsisten menolak galian C karena tidak sesuai dengan Perda RT RW 2024–2042. Dalam aturan tersebut, wilayah yang diperbolehkan untuk galian hanya Desa Gondoharum dan Tanjungrejo di Kecamatan Jekulo, Rejosari di Kecamatan Dawe, serta Wonosoco di Kecamatan Undaan. Honggosoco tidak masuk dalam daftar itu,” tegas Sugeng kepada wartawan, Rabu (4/6/2025).

Sugeng juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak ekologis dan budaya. Di wilayah Dukuh Bandung, Honggosoco, terdapat situs-situs bersejarah seperti Sumur Bandung yang menjadi pusat kegiatan tradisi sedekah bumi. Area tersebut juga dikenal sebagai daerah resapan air dan wilayah pertanian subur.

“Kalau ini tetap dikeruk, bukan hanya situs sejarah yang hilang, tapi juga sumber mata air masyarakat terancam. Tambang itu luasnya antara 20–30 hektar, dan dekat sekali dengan pemukiman,” ujar Sugeng.

Ia juga mempertanyakan keabsahan izin tambang yang disebut-sebut sudah dikantongi pengelola. Menurutnya, musyawarah desa yang dijadikan dasar pengambilan keputusan tidak transparan dan tidak melibatkan seluruh unsur masyarakat.

“Kalau memang resmi, tunjukkan izinnya. Jangan tiba-tiba ada papan nama besar dan mengklaim sudah legal. Warga berhak tahu dan ikut menentukan masa depan kampungnya. Jangan hanya karena uang, anak cucu kita nanti yang menanggung akibatnya,” tambahnya.

Sementara itu, aktivis lingkungan Agung Setiadi menyebut bahwa investasi di bidang tambang tidak akan menjadi masalah jika dilakukan sesuai aturan. Namun dalam kasus ini, ia melihat adanya pelanggaran serius terhadap regulasi.

“Yang jadi masalah adalah ketika izin dan regulasinya tidak transparan. Tidak ada itikad baik dari pihak pengelola untuk menunjukkan legalitasnya. Kalau aturan RT RW menyatakan Honggosoco tidak masuk zona tambang, kenapa tambang itu bisa muncul?,” kata Agung.

Ia juga mengingatkan potensi bencana ekologis yang bisa terjadi akibat eksploitasi besar-besaran di wilayah tersebut. Dengan luasan lahan sekitar 25 hektar, dampaknya bisa mencakup hilangnya resapan air, banjir bandang, hingga kerusakan lingkungan jangka panjang.

“Ini bukan soal menolak pembangunan, tapi soal menjunjung aturan dan melindungi masa depan lingkungan. Kudus harus tetap hijau, sehat, dan lestari,” tutup Agung.

Diketahui, Honggosoco termasuk dari enam Kelompok Tani Hutan (KTH), termasuk Gondoharum, Klaling, Terban, Tanjungrejo dan Kandangmas

Apapun lokasi galian C diketahui dekat dengan situs Punden dan Belik Sumur Bandung yang memiliki nilai sejarah tinggi bagi masyarakat sekitar. Warga mendesak pemerintah daerah untuk segera mengevaluasi dan menghentikan aktivitas tambang ilegal di wilayah tersebut. (AS/YM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :