Banyak Metode Komunikasi Dengan Pejabat, Kecenderungan Masyarakat Lebih Suka Tatap Muka

oleh -1,394 kali dibaca
Gambar ilustrasi forum tatap muka dengan pejabat daerah (foto:YM)

Semarang – Penyebarluasan informasi kepada masyarakat merupakan hal penting dan wajib dilakukan, terutama bagi pemerintah provinsi. Penyajiannya tak sekadar sebagai sarana komunikasi semata, tapi juga mendukung suksesnya demokrasi dan program-program pembangunan pemerintah.

Hal tersebut dibahas dalam dialog interaktif, Rabu (1/3) sore, yang kali ini mengangkat tema Diseminasi Informasi dengan mengundang narasumber Sekda Jateng Dr Ir Sri Puryono KS MP, Redaktur Pelaksana Koran Jawa Pos Radar Semarang Ida Nur Laila, dan Peneliti Kebijakan Informasi Galih Wibowo.

Sekda Sri Puryono menyampaikan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah melakukan diseminasi informasi sesuai amanat undang-undang, di mana pemerintah berupaya memberikan informasi yang terbuka. Sebab, setiap orang berhak berkomunikasi dan menerima informasi.

“Diseminasi ini merupakan upaya pemerintah dalam penyebarluasan informasi melalui media cetak atau elektronik. Gubernur sendiri juga sangat aktif menghandel komunikasi dari masyarakat, baik dari Youtube, Twitter, SMS, hingga WA grup. Dan secara regulatif, hal tersebut juga sudah diatur apa saja yang harus dilakukan,” katanya.

Ditambahkan, penyampaian informasi dari pemerintah ke publik dilakukan berjenjang dan sejajar. Berjenjang, yakni mulai dari tingkat pemerintah pusat, provinsi, hingga sampai ke tingkat desa/ kelurahan dan diberi ruang komunikasi dua arah. Sementara sejajar maksudnya, pemerintah dengan mitra media cetak dan elektronik posisinya sama.

“Silahkan sampaikan dengan sebaik-baiknya (informasi kepada publik) dengan cara yang santun dan bijak, karena semua itu sebenarnya merupakan sebuah upaya korektif untuk konstruktif,” beber alumnus UGM ini.

Sri Puryono mengakui diseminasi informasi di Provinsi Jawa Tengah menemui sejumlah kendala. Misalnya, belum semua kabupaten/ kota membuka kanal informasi, sehingga respon terhadap aduan yang mestinya menjadi tanggung jawab bupati/ walikota terhambat.

Hambatan lain, masih adanya keterbatasan sarana dan prasarana (infrastruktur) di tingkat desa hingga kelurahan yang masih harus diidentifikasi lagi. Komunikasi dua arah pun belum sepenuhnya berjalan karrna masyarakat masih kurang memberikan respon yang aktif.

“Pernah kita sosialisasikan informasi laporan pertanggungjawaban gubernur tahun sebelumnya dan diterbitkan di media cetak. Harapannya, masyarakat merespon yang kurang atau baiknya seperti apa berikan ke kami. Tapi setelah lama ditunggu, belum ada (respon). Termasuk kemarin saat musrenbang, tolong kami dikritik mana yang harus diperbaiki dan dikoreksi,” ungkapnya.

Redpel Radar Semarang Ida Nur Laila menyampaikan, selama ini pemprov sudah melakukan perubahan yang lebih terbuka dibanding sebelumnya. Artinya, pemprov terbuka dan responsif terhadap media. Sayang, belum ada imbal balik dari masyarakat.

“Kita harus memberdayakan masyarakat. Agar masyarakat faham, pemprov harus melakukan sosialisasi. Misalnya, ini lho ada keterbukaan soal anggaran, ada musrenbang. Nah sejak adanya musrenbang ini banyak masyarakat ingin terlibat, maka kita perlu bergerak bersama agar masyarakat lebih peka dan ikut berpartisipasi terhadap pembangunan dan penganggaran di pemerintahan (melalui musrenbang),” bebernya.

Sementara itu, Peneliti Kebijakan Informasi Galih Wibowo mengakui selama ini penyampaian informasi kebijakan pemerintah terhitung intens. Namun terkadang masyarakat menganggap informasi tersebut kurang detail dan transparan.

“Misalnya kebijakan BPJS, semua masyarakat tahu karena disosialisasikan terus menerus. Tapi, masyarakat tidak tahu ini prosedurnya seperti apa, trouble-nya seperti apa, problem solving-nya seperti apa, sehingga intensif detailnya (kebijakan BPJS) ini masih kurang,” ungkapnya.

Menurut Galih, saluran diseminasi informasi pemerintah semakin banyak, dengan harapan informasi tersebut sampai ke masyarakat dan mendapat respon. Tapi di sisi lain ada masyarakat yang enggan mengakses informasi melalui media selain tatap muka. Sebab, mereka masih sangsi apa yang disampaikan masyarakat direspon langsung oleh gubernur.

“Pemprov selama ini lebih mengoptimalkan media internal pemerintahan, seperti medsos, reklame, tabloid, dan lain-lain. Padahal masyarakat menghendaki media yang paling disukai sebenarnya adalah tatap muka. Karena dengan tatap muka ini, ada respon gesture, dijawab langsung, dan melegakan. Namun ini tergantung kontur masyarakatnya juga,” tandas Galih. (YM/HJT)

KOMENTAR SEDULUR ISK :