Belasan Buruh PT MNM Kudus Tuntut Keadilan Buntut Dilakukannya PHK Sepihak

oleh -2,085 kali dibaca

Kudus, isknews.com – Belasan buruh yang merasa dirugikan atas dilakukannya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak dari tempatnya mencari nafkah yakni, PT Multisarana Niaga Mandiri (MNM) yang berada di Jalan Lingkar Utara Bacin, Kecamatan Bae Kudus memilih menyelesaikan persoalan tersebut ke Dinas Tenagakerja Perindustrian Koperasi dan UMKM (Disnakerperinkop dan UMKM) Kabupaten Kudus.

Melalui kuasa hukumnya, Wiyono SH, Kamis (17/10/2024) belasan buruh tersebut memenuhi undangan dari Disnakerperinkop dan UMKM untuk menjalani mediasi ke tiga. Agenda mediasi antara buruh didampingi perusahaan dan petugas Dinas Tenagakerja, hingga pertemuan berakhir belum menemukan kesepakatan.

Menurut Wiyono, PHK yang dilakukan perusahaan tidak sesuai yang diatur dalam UU nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja pasal 161 ayat (2) dan ayat (3) jo pasal 37, PP nomor 35 Tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan PHK. Dalam ketentuan tersebut, PHK yang dikarenakan efisiensi sebelumnya harus didahului berbagai langkah hingga memenuhi kriteria yang dimaksud dalam aturan tersebut.

“Salah satu syarat untuk melakukan PHK karena alasan efisiensi diantaranya, mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas misalnya manajer dan direktur. Membatasi atau menghapuskan kerja lembur, mengurangi jam kerja maupun hari kerja atau memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat,” jelas Wiyono kepada isknews.com sesaat setelah acara mediasi berakhir.

Bahwa, lanjutnya, perjanjian bersama antara pihak pengusaha dengan pekerja harus didahului adanya perundingan Bipartit yang dibuktikan dengan absensi atau daftar hadir acara tersebut. Sementara risalah Bipartit harus dilengkapi bukti-bukti diantaranya tanggal serta tandatangan para pihak yang melakukan perundingan sebagaimana ketentuan pasal 3 ayat (1) dan pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU nomor 2 tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).

“Sedangkan klien kami di PHK tanpa adanya surat pemberitahuan terlebih dahulu seperti yang diatur dalam undang-undang atau PHK sepihak yang prosesnya hanya limabelas (15) menit,” tegasnya.

Tandatangan buruh yang di PHK oleh PT MNM tersebut, masih kata Wiyono, dilakukan pada tanggal 28 Agustus 2024 pada pagi hari tanpa didahului surat pemberitahuan seperti yang diatur dalam UU tentang Cipta Kerja. Dan, perjanjian bersama antara buruh dengan pihak perusahaan yang hanya berlangsung lebih kurang 15 menit disebutnya tindakan tidak manusiawi dan sewenang-wenang.

Sementara, lanjutnya, terkait perhitungan kompensasi PHK yang diasumsikan dengan pasal 154 A, UU Cipta Kerja jo PP 35/2021 pasal 43, dengan perhitungan upah sebulan sebesar upah minimum kabupaten (UMK) adalah perhitungan yang keliru. Menurutnya, upah pembayaran uang pesangon dan upah penghargaan masa kerja adalah 30 dikalikan upah sehari (vide pasal 67 ayat (1) PP nomor 36 tahun 2021 Tentang Pengupahan).

Dengan terjadinya PHK tersebut, perhitungan uang pesangon yang harusnya diberikan kepada buruh tidak sesuai dengan yang diatur dalam perundangan. Selain menuntut proses PHK yang tidak sesuai ketentuan, buruh juga menuntut tambahan uang pesangon yang perhitungannya tidak sesuai aturan yang sudah ditetapkan pemerintah.

Wiyono juga menekankan bahwa, dua dari belasan kliennya tersebut yang di PHK dengan cara tidak sesuai perundangan maka harusnya batal demi hukum dan perusahaan harus mempekerjakan kembali. Dua pekeja yang dimaksudkan tersebut adalah karyawan tetap printing production staff dengan masa kerja 10 tahun dan 25 tahun.

“Sebenarnya banyak kasus pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan perundangan. Hanya saja, hanya sebagian buruh yang berani bersuara dan menuntut keadilan, selebihnya memilih pasrah dan enggan bersuara,” jelasnya.

“Sedangkan PT MNM adalah anak perusahaan atau holding dari perusahaan besar produsen rokok di Kudus dimana PT MNM memproduksi kertas (papir) untuk bungkus batang rokok. Jika persoalan ini tidak terselesaikan ditingkat mediasi, kami akan melanjutkannya ke proses perdata maupun pidana,” pungkas Wiyono.

Terpisah, salah satu buruh Budi Utomo (52) yang mengantongi masa kerja hampir 30 tahun di perusahaan tersebut mengaku kecewa dengan tindakan perusahaan yang mem-PHK buruh secara semena-mena. Bukan hanya dirinya, tetapi 12 buruh lainnya yang diberhentikan secara bersamaan pada tanggal 28 Agustus 2024 lalu juga merasakan hal yang sama.

“Kita bekerja mencari nafkah untuk keluarga. Kalaupun perusahaan memang harus mengurangi pekerja karena berbagai alasan, seharusnya dilakukan dengan cara yang benar sesuai peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah. Kami tidak menuntut yang aneh-aneh, tuntutan kami perlakukan kami secara manusiawi dan sesuai peraturan yang ada, kami sadar bahwa kami ini rakyat kecil,” katanya.

Seperti diketahui, agenda mediasi ke tiga antara buruh dengan pihak perusahaan PT Multisarana Niaga Mandiri (MNM) digelar di Kantor Dinas Tenagakerja Perindustrian Koperasi dan UMKM. Dalam undangan bernomor 500.15.15.2/2676/2024 yang ditandatangani Kepala Dinas Tenagakerja Perindustrian Koperasi dan UMKM, Dra Rini Kartika Hadi Ahmawati MM, pihak-pihak yakni Pimpinan PT Multisarana Niaga Mandiri, Budi Utomo Cs, dan Wiyono SH (kuasa hukum) agenda Mediasi III untuk bertemu Wiwit Withartonono ST dan Afriliana Vinni Nurrizqi S.Sos. (jos)

KOMENTAR SEDULUR ISK :