Diskusi Seni Rupa : Susanto, Menguak Sekilas Sejarah Budaya Kota Solo

oleh -928 kali dibaca

Surakarta, isknews.com – Jum’at, 4 Desember 2015 diadakan diskusi seni rupa yang mengangkat tema Seni Rupa, Kita, & Identitas Kota di Balai Soedjatmoko Surakarta. Pada diskusi tadi malam menghadirkan 2 pembicara yang berkompeten di bidang seni rupa dan sejarah yaitu, Dr. Narsen Afatara, M.Hum (Profesor Seni Rupa di Universitas Sebelas Maret) dan Drs. Susanto, M.Hum (Pengajar Sejarah di Universitas Sebelas Maret).

 

Drs. Susanto mendapat kesempatan pertama untuk brbicara dalam diskusi tadi malam (4/12). Drs. Susanto membahas tentang perkembangan sejarah di Kota Solo. Solo yang dulunya merupakan lingkungan kerajaan menjadi berkembang seperti Solo sekarang ini yang merupakan kota berbudaya. Dulunya di Sriwedari selalu ramai dengan  pencinta kesenian Wayang Wong yang ditampilkan setiap hari di Sriwedari, pertunjukan di ruang publik merupakan hiburan terfavorit banyak masyarakat di Kota Solo khususnya.

 

Namun semakin berkembangnya zaman dan perkembangan teknologi yang mengiringinya, membuat antusiasme masyarakat terhadap hiburan di ruang publik seperti di Sriwedari mulai berkurang. Hiburan yang saat ini bisa diakses sendiri di rumah dengan televise membuat pengunjung di Sriwedari makin berkurang, padahal seni yang disajikan merupakan cagar budaya Indonesia, dan harus dijaga dan tetap dicintai oleh masyarakat Indonesia.

 

“Pada tahun 1990-an, Sriwedari benar – benar menjadi tempat yang seakan tersisihkan, banyak orang lebih memilih nonton film di bioskop dibanding melihat tontonan wayang di Sriwedari, lalu kekosongan ruang publik ini terisi dengan ekspresi ekonomi berupa iklan, toko serba ada, ditambah dengan maraknya pesta demokrasi, karena itu ruang publik saat ini identik dengan kepentingan hedonisme ekonomi dan narsisitik politik” kata Drs. Susanto, M.Hum ketika menyampaikan materi di Diskusi Seni Rupa, Jum’at (4/12).

 

Dapat dilihat sekarang ini tahapan – tahapan perkembangan kultural kota, Kota Solo selalu mengalami kontemporarisasi, diharapkan kedepannya Solo mampu menemukan ramuan kontemporernya sendiri, kata Susanto saat menjelaskan materi di Di Diskusi Seni Rupa, Jum’at (5/12/15).

 

Amalia Zulfana

KOMENTAR SEDULUR ISK :