Hartopo Minta Ada Kebijakan Khusus Soal Penggunaan DBHCHT, Ini Alasannya

oleh -3,308 kali dibaca

Kudus, isknews.com – Bupati Kudus HM Hartopo meminta ada kebijakan khusus terkait Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 206/PMK.07/2020 tentang Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).

Hartopo beralasan jika peraturan tersebut, dana cukai dari DBHCHT tidak diperbolehkan untuk pembangunan infrastruktur.

“Kami minta ke pemerintah pusat (Kemenkeu) supaya aturan PMK 206 peruntukannya bisa diubah. Sehingga kami ada kelonggaran untuk infrastruktur karena ada aturan (PMK 206) yang mengikat,” kata Hartopo kepada wartawan, Sabtu (4/12/2021).

Ditambahkan Hartopo, DBHCHT hanya boleh digunakan untuk peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai dan atau pemberantasan barang kena cukai ilegal.

Sementara untuk bidang kesehatan, kegunaannya mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), terutama peningkatan kuantitas dan kualitas layanan kesehatan dan pemulihan perekonomian di daerah.

Sedangkan pada PMK sebelumnya, kata Hartopo, PMK Nomor 7/PMK.07/2020, DBHCHT diprioritaskan pada bidang kesehatan untuk mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional paling sedikit sebesar 50 persen. Itu pun masih ada anggaran yang tidak terserap sepenuhnya.

“Itu saja kita masih ada SILPA tahun 2020 yang kita terapkan di 2021 ada Rp 69,7 miliar. Apalagi dengan PMK 206, sangat susah dalam penyerapannya,” ungkapnya.

Menurut Hartopo, dana cukai bisa terserap bila Kudus memiliki petani tembakau. Padahal, Kudus hanya memiliki buruh pabrik rokok. Di mana jumlahnya lebih dari 71 ribu jiwa. Sehingga penyerapan DBHCHT ini, dikatakan Hartopo, tetap sulit untuk dilakukan.

“Harapannya dengan PMK, kalau peruntukannya seperti ini terus, kita susah. Terkait masalah pendidikan dan latihan harus benar-benar dari buruh rokok. Pemberian hibah, kambing, ayam, lele, diperuntukkan bagi keluarga buruh rokok. Lainnya tidak bisa. Ini penyerapannya susah sekali. Padahal untuk buruh rokok di Kudus ini, walaupun banyak dalam mencari nafkah, kondisinya tidak bisa mendominasi semua di Kudus. Masih ada masyarakat lain yang juga membutuhkan. Penyerapannya tidak bisa signifikan. Harapan kami PMK 206 segera diubah peruntukannya,” tutur Hartopo.

Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) di Kabupaten Kudus sendiri, kata Hartopo mendapat alokasi sebanyak Rp 155 miliar. Akan tetapi, pemanfaatannya tidak bisa digunakan untuk program prioritas seperti pembangunan infrastruktur dan kesehatan. Hal itu dikarenakan, dalam PMK 206/PMK.07/2020, DBHCHT diperuntukkan sebanyak 50% untuk bidang kesejahteraan masyarakat, 25% untuk bidang kesehatan, dan 25% untuk penegakan hukum.

“Di pandemi ini, harusnya peruntukan untuk kesehatan lebih banyak. Tetapi, di peraturannya, 50% untuk kesmas yang diberikan dalam bentuk BLT untuk buruh rokok. Hal-hal seperti ini yang akhirnya bisa menimbulkan pro dan kontra di masyarakat,” ungkapnya.

Jika peraturan tidak diganti, kata dia mau tidak mau suka ataupun tidak terpaksa harus menyesuaikan dengan peraturan.

Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Kudus Masan menyebut jika aturan PMK 206 belum seperti yang di harapkan warga.

“Saya mewakili warga supaya ada pelonggaran aturan penyerapan DBHCHT, supaya manfaat sesuai kondisi daerah,” ungkapnya.

Karena, lanjut Masa, jika di sesuaikan kondisi di daerah, maka dalam pengalokasian anggaran, masyarakat selain buruh rokok bisa ikut menikmati.

“Kami berharap, mohon tolong dibantu ada pelonggaran dalam penggunaan DBHCHT sesuai kebutuhan daerah,” harapnya.

Beberapa waktu lalu, kata Masan, dia bersama Bupati Kudus telah menghadap ke Komisi XI DPR RI dan Dirjen Keuangan untuk mengusulkan adanya perubahan aturan kegunaan DBHCHT. “Tahun 2022 nanti, informasinya ada perubahan PMK 206, supaya ada kelonggaran, semoga saja,” paparnya. (AS/YM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :

No More Posts Available.

No more pages to load.