Ipda Subhan: Agama Baha’i, Berpotensi Mengarah Penodaan Agama

oleh -1,704 kali dibaca

Kudus, isknews.com – Bedah Buku “Mendialogkan Agama Baha’i” yang diselenggarakan oleh Forum Tali Akrab Lintas Iman di sekretariatnya Desa Tumpangkrasak, Jati, Kudus. Dihadiri oleh sejumlah tokoh-tokoh agama, akademisi dan pengamat sosial serta mahasiswa di Kudus, Sabtu (15/08/2020).

Buku yang ditulis oleh Dosen IAIN Kudus, Dr. Moh. Rosyid tersebut menjelaskan tentang agama Baha’i yang dikembangkan di wilayah Persia dalam hal ini Iran oleh Sayid Mirza Husayn Ali atau yang lebih dikenal sebagai Baha’ullah atau Sang Bab yang kemudian diteruskan oleh putra sulungnya Abdul Baha dan cucunya Shoghi Effendi. 

Dijelaskan pula dalam buku tersebut tentang Kitab Suci Agama Baha’i diantaranya adalah Kitab al-Aqdas yang merupakan proses pewahyuan yang diterima Baha’ullah dari Tuhan sejak tahun 1852 M dimana dalam peribadatannya terdapat banyak hal yang menyerupai ajaran agama yang ada di Indonesia.

Narasumber bedah Buku “Mendialogkan Agama Baha’i” yang diselenggarakan oleh Forum Tali Akrab Lintas Iman di sekretariatnya Desa Tumpangkrasak Jati Kudus (Foto: istimewa)

Sanusi, warga asal Ds. Cebolek Kidul Kecamatan Margoyoso, Pati, salah satu tokoh penganut Agama Baha’i menyatakan bahwa apa yang ada di buku tersebut sedikit banyak telah dapat menjelaskan apa itu Agama Baha’i. 

Pihaknya juga menyatakan siap untuk berdiskusi terkait Agama Baha’i sehingga opini yang ada bukan dari katanya namun langsung berdasar keterangan penganutnya.

IPDA Subkhan, Kanit Kamsus Satintelkam Polres Kudus yang diminta menjadi narasumber dalam bedah buku tersebut menyatakan bahwa, secara prinsip negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing sebagaimana Pasal 29 UUD 1945.

“Turunan dari aturan tersebut adalah Penetapan Presiden No. 1/PNPS Tahun 1965 yang didalamnya dijelaskan tentang agama-agama di Indonesia meliputi Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Dalam rangka mencegah terjadinya pelanggaran hukum, perpecahan persatuan nasional dan penodaan agama lahirlah PNPS tersebut.” ujarnya, Sabtu (15/08/2020).

Diungkapkan oleh Ipda Subhan, bahwa setelah membaca Buku Mendialogkan Agama Baha’i, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa ajaran yang berpotensi mengarah kepada penodaan agama.

Karena dinilai menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama diantaranya mengakui adanya nabi setelah Nabi Muhammad, memiliki kitab suci sendiri, memiliki kiblat sendiri dan menampung semua ajaran agama yang ada serta terdapat beberapa peribadatan yang menyerupai ajaran agama tertentu.

Mempertimbangkan hal tersebut maka keberadaan ajaran Agama Baha’i sangat berpotensi memicu permasalahan atau konflik di tengah masyarakat.

“Potensi keberadaan agama Baha’i ini rawan konflik bagi pemeluk agama resmi yang diakui pemerintah”, terang Ipda Subkhan.

Terkait penegakan hukum khususnya terhadap tindak pidana penodaan agama, kata dia, Polri cenderung menggunakan semangat Azas Ultimum Rimidium.

“Pemidanaan adalah jalan terakhir sebagaimana semangat yang dijadikan dasar penegakan PNPS No. 1 Tahun 1965, yaitu mengenal adanya peringatan sebelum dilakukan penindakan secara hukum”, imbuhnya.

Diterangkannya, sejauh belum ada regulasi baru selain PNPS No. 1 Tahun 1965 dan Pasal 156a, maka keberadaan agama  ataupun aliran keagamaan baru aku diuji dengan regulasi tersebut.  Disinilah menurut Subhan, dibutuhkan untuk memahami tentang hukum sebagai sosial engeenering atau hukum sebagai alat kontrol ataupun hukum progresif yaitu pemahaman hukum untuk manusia.

Ketika situasi dan kondisi berubah maka diperlukannya hukum baru guna mengcover kepentingan manusia yang terus berkembang dan bersifat dinamis.

“Perubahan  inipun harus dilakukan dengan cara-cara yang benar yaitu melalui legislasi di DPR agar sesutu yang baik dihasilkan dengan cara yang baik,” jelas Ipda Subkhan.

Sementara menaggapi statemen Ipda Subhan, Dr Moh Rosyid sang penulis buku tersebut menyatakan tidak sependapat, menurutnya Agama Baha’i adalah agama mandiri yang tidak terkait dengan salah satu agama.

“Adapun terkait peribadatan pun berbeda, seperti ibadah wudhu dan salat dalam agama Islam. Jadi, agama Bahai memiliki prinsip, tatacara peribadatan yang sesuai ajarannya,” terangnya.

Adapun menyangkut nabi lanjut Rosyid yang dalam bahasa Baha’i disebut perwujdan Tuhan, tentu memiliki perwujudan Tuhan yang diakui pasca Nabi Muhammad.

“Karena hadirnya agama Bahai di Persia Iran jauh setelah wafatnya Nabi Muhamad SAW,” tandasnya. (YM/YM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :

No More Posts Available.

No more pages to load.