Kerajinan Unik dari Daun Nanas Kudus Diminati Pasar Luar Negeri

oleh -370 Dilihat
Seorang fasilitator pelaku UMKM memperlihatkan hasil karya kerajinan tangan dari daun nanas buatan warga Desa Tergo, Kecamatan Dawe, Kudus. Produk ramah lingkungan ini menjadi bukti kreativitas masyarakat lokal yang mampu mengolah limbah menjadi barang bernilai ekspor. (Foto; ist.)

Kudus, isknews.com – Limbah daun nanas yang selama ini hanya dibuang, kini berubah menjadi sumber penghasilan bernilai tinggi. Di tangan kreatif warga Desa Tergo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, daun-daun nanas disulap menjadi aneka kerajinan tangan unik yang bahkan diminati hingga pasar luar negeri.

Inovasi ini digagas oleh Suwanto (42), perajin asal Desa Tergo yang sejak tiga tahun terakhir berhasil mengembangkan kerajinan berbahan dasar serat daun nanas. Ide itu muncul pada 2023, saat dirinya ingin membuat produk berbeda dari perajin pandan di sekitarnya.

“Saya ingin berbeda, kalau anyaman pandan sudah umum. Lalu dapat masukan untuk coba pakai daun nanas, ternyata hasilnya lebih bagus,” ungkap Suwanto, Kamis (9/10/2025).

Menurutnya, meski proses pengolahan daun nanas lebih rumit dibanding pandan, hasilnya sepadan. Serat daun nanas dinilai lebih kuat, berwarna alami, serta memiliki daya tahan hingga lima tahun. Produk yang dihasilkan juga lebih awet dan tahan jamur.

“Daya serat daun nanas lebih bagus dari eceng gondok, pandan, atau bengkoang. Warnanya juga tidak cepat pudar,” jelasnya.

Proses pembuatan satu produk kerajinan tangan membutuhkan waktu sekitar dua minggu. Tahapannya meliputi pengambilan daun, penjemuran, perebusan, pewarnaan, penyerutan, dan penganyaman. Setelah itu, lembaran anyaman dibentuk sesuai pola pesanan dan dijahit menjadi berbagai produk seperti tas, tempat tisu, atau hiasan rumah.

“Saya riset sendiri, uji coba berkali-kali sampai akhirnya menemukan cara yang tepat. Sekarang produk kami sudah banyak peminatnya,” tutur Suwanto.

Kini, hasil kerajinan tangan Suwanto tak hanya dipasarkan secara offline dan online ke berbagai daerah di Indonesia, tetapi juga telah menembus pasar internasional seperti Malaysia, Cina, Libya, hingga Turki.

Harga produk anyaman daun nanas dipatok mulai dari Rp80 ribu hingga Rp500 ribu, tergantung bentuk dan tingkat kerumitan pola. “Semakin rumit pesanan, waktunya juga lebih lama, jadi harganya menyesuaikan,” ujarnya.

Dalam menjalankan usahanya, Suwanto dibantu oleh sepuluh pekerja yang sebagian besar merupakan ibu rumah tangga di desanya. Mereka mengerjakan proses anyaman di rumah masing-masing tanpa harus meninggalkan kewajiban mengurus keluarga.

Salah satunya adalah Suparti (40), warga Desa Tergo RT 2 RW 3. Ia mengaku senang karena bisa tetap produktif meski harus menjaga anaknya di rumah.

“Bisa dikerjakan sambil momong anak saya yang masih kecil. Sekarang ada tambahan penghasilan juga,” kata Suparti.

Untuk setiap lembar anyaman daun nanas, Suparti mendapat upah sekitar Rp50 ribu. Meski pengerjaannya membutuhkan waktu 2–3 hari, hasilnya sepadan karena bahan daun nanas lebih kuat dan bernilai jual tinggi dibanding pandan.

Berkat ketekunan dan inovasinya, Suwanto berhasil menjadikan limbah daun nanas sebagai produk unggulan khas Desa Tergo. Selain membuka peluang ekonomi baru, kerajinan ini juga membawa nama Kudus hingga kancah internasional. (AS/YM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :