Kudus, isknews.com – Pemerintah Desa (Pemdes) Janggalan, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus tengah merintis Kampung Batik. Keberadaan Kamoung Batik ini nantinya bakal menjadi terobosan bagi desa setempat untuk menuangkan cerita cikal bakal Desa Janggalan ke dalam sebuah karya seni berupa batik.
Untuk mewujudkan Kampung Batik, berbagai pelatihan membatik pun sudah dilakukan. Seperti pelatihan membatik tulis dan membatik cap. Kemudian, di desa setempat juga telah memiliki Omah Batik Janggalan (Obaja) sebagai wadah untuk para pembatik dan hasil karyanya.
Hingga saat ini, sudah ada toga mitif batik yang diciptakan khas dari Desa Janggalan. Tiga motif tersebut adalah motif eltada (elo tapal kuda), roda sandang pangan, dan bunga kalugawen.
Tutor membatik dari Obaja, M Fadloli, menuturkan, penciptaan motif batik khas Desa Janggalan sendiri telah dikembangkan sejak awal masa pandemi tahun lalu.
“Awal masa pandemi tahun 2020 kemarin kita buat motif batik yang memang menceritakan Desa Janggalan,” ujarnya saat ditemui di Taman Kalugawen, Jumat (10/11/2021).
Pada motif Eltada (Elo Tapal Kuda), lanjut Fadloli, menceritakan tentang keberadaan Desa Elo yang dulunya memiliki kisah yang berkaitan dengan Mbah Jenggolo. Mbah Jenggolo sendiri merupakan cikal bakal dari Desa Janggalan, yang mana adalah salah satu murid Sunan Kudus yang identik dengan memelihara kuda putih.
Keberadaa Desa Elo dulunya juga dulunga diceritakan sebagai tempat pandeyan yang membuat tapal kuda. Sehingga, diangkatkan kembali desa pandeyan tersebut ke dalam mitif batik dan dikenal dengan Eltada atau Elo Tapal Kuda.
“Di motif Eltada juga ada gambar tanaman ginseng yang kita artikan sebagai tanaman untuk menolak segala macam balak, yang kalau saat ini bisa kita masksutkan agar pandemi bisa cepat berlalu,” terangnya.
Kemudian, motif kedua adalah Roda Sandang Pangan. Sesuai dengan namanya, pada motif batik yang satu ini terlihat sangat jelas gambar roda dokar.
Menurut, Fadloli, motif roda sandang pangan masih ada kaitannya dengan Desa Pandeyan yang juga membuat roda dokar. Warga yang membuat roda dokar sangat terbantu dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pada waktu itu.
Sehingga, sandang pandan dalam hal ini dimaksutkan sebagai hasil pekerjaan memvuat roda dokar yang bisa menghidupi warga sekitar.
“Jadi masih ada keterkaitannya dengan keberadaan mbah Jenggolo dan kuda putih nya juga,” imbuhnya.
Terakhir, motif bunga kalugawen diambil dari ukiran yang ada di soko atau pilar Masjid Kalugawen, berupa bunga amarilis. Dengan menuangkan ukiran bunga tersebut diharaokan motif khas Desa Janggalan ini bisa dikenal secara luas.
“Terinspirasi dari keramik bermotif bunga Lis (amarilis) yang terdapat pada masjid kalugawen, kemudian dilestarikan kembali dan dikenalkan dengan motif kembang kalugawen, sebagai bentuk pelestarian dan pengembangan motif pada batik didesa Janggalan,” tukasnya. (MY/YM)