KUDUS, isknews.com – Undang-Undang (UU) Nomer 11 Tahun 2010 tentang Bangunan Cagar Budaya, pada Pasal 105, menyebutkan, setiap orang yang sengaja merusak benda atau bangunan cagar budaya (BCB), dapat dijatuhi hukuman dengan pidana penjara minimal satu tahun, dan paling lama 15 tahun, dan atau pidana denda paling sedikit Rp 500 Juta, dan paling banyak Rp 5 miliar.
Terkait dengan UU di atas, lantas bagaimana dengan nasib yang terjadi pada sebuah bangunan rumah tempat tinggal di Desa Besito, Kecamatan Gebog, yang kini tinggal puing-puing, dan sebagian bangunan bahkan hampir rata dengan tanah? Kondisi yang demikian mengenaskan itu, sebagai mana pantauan isknews.com, langsung di lokasi bangunan yang dikelilingi tembok setinggi 3 meter, dengan pintu pagar tertutup rapat, Selasa (25/8).
Pertanyaan itu sudah selayaknya mencuat, pasalnya bangunan tersebut adalah salah satu banguan bersejarah, yang juga tercatat sebagai BCB, yang pada zaman penjajahan Belanda dahulu, dikenal markas komando pasukan gerilya Muria Trap, saat agresi militer kedua, sekitar tahun 1949.
Informasi yang dihimpun dari pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disparbud) Kabupaten Kudus, Selasa (25/8), menyebutkan bangunan rumah dengan panjang 19 meter, lebar 18 meter, dan tinggi 3 meter, berdiri di atas tanah seluas 3.750 meter persegi, dengan atap model Paris Limasan, di Desa Besito, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus itu, tercatat dalam buku ‘Inventarisasi dan Dokumentasi Monumen Sejarah di Jawa Tengah’, yang diterbitkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah, pada halaman 188, dengan nomor inventarisasi 005/PSP-KUD/I/2010.
Keterkaitannya dengan sejarah, adalah sebagaimana diterangkan dalam buku tersebut, di rumah yang kala itu merupakan milik kepala desa setempat, Ahmad Effendi, terbentuk kelompok gerilay Muria Trap yang dipimpin oleh Kolonel Soleh Abdullah, pada masa agresi militer Belanda kedua, para pejuang terdesak ke desa-desa. Sehingga hingga sekarang rumah tersebut dikenal sebagai “Markas Gerilya” Muria Trap.
Belum diperoleh keterangan alasan yang mendasari pemilik rumah melakukan pembongkaran tempat tinggalnya itu. Sedangkan dari pemerintah, dalam hal ini dinas atau instansi terkait, juga belum ada tindakan pencegahan atauj penghentian pembongkaran BCB tersebut. (DM)