Kudus, isknews.com – Dugaan penolakan pasien yatim piatu yang diduga mengalami keracunan oleh RSUD dr. Loekmono Hadi Kabupaten Kudus menuai perhatian.
Ketua Komisi D DPRD Kudus, Mardijanto, mengungkapkan rasa kecewanya atas kejadian tersebut dan meminta perbaikan layanan rumah sakit milik pemerintah daerah itu.
SNA (14), warga Kecamatan Dawe yang berstatus yatim piatu, dilaporkan mengalami keracunan pada Kamis (12/12/2024) dan dibawa ke RSUD dr. Loekmono Hadi untuk mendapatkan penanganan. Namun, menurut Mardijanto, pasien tersebut ditolak dengan alasan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) penuh.
“Tidak masuk akal kalau rumah sakit menolak pasien, apalagi ini anak yatim piatu yang sedang membutuhkan penanganan darurat,” ujar Mardijanto saat dihubungi Betanews.id, Sabtu (14/12/2024).
Ia menegaskan bahwa sebagai fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah, RSUD dr. Loekmono Hadi seharusnya tidak pilih-pilih pasien. Ia menyayangkan sikap tersebut dan mengingatkan pentingnya memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat.
“Seharusnya pasien ditangani terlebih dahulu di IGD. Jika penuh, alternatif lain harus disediakan, bukan malah terkesan menolak,” tandasnya.
Pasien SNA akhirnya mendapatkan perawatan di Rumah Sakit lain. Mardijanto pun berterima kasih kepada RS terkait yang bersedia merawat pasien tersebut.
“Kami dari Komisi D DPRD Kudus tentu kecewa dengan kejadian ini. Kami mendesak RSUD untuk meningkatkan pelayanannya agar kasus serupa tidak terulang,” imbuhnya.
Menanggapi tudingan tersebut, Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus, Ahmad Luthfi Yakim, membantah bahwa pihaknya menolak pasien. Ia mengakui SNA sempat datang ke RSUD, namun kondisi IGD yang sedang penuh membuat mereka hanya mampu menawarkan edukasi kepada keluarga pasien untuk menunggu.
“RSUD dr. Loekmono Hadi tidak pernah menolak pasien. Namun, pekan ini memang ada lonjakan kasus sehingga IGD sering penuh dan crowded,” jelasnya melalui pesan WhatsApp, Sabtu (14/12/2024).
Menurut Ahmat, pasien saat itu diedukasi untuk menunggu antrian di luar karena ruangan IGD sudah tidak memungkinkan untuk menerima tambahan pasien. Namun, ia menduga keluarga pasien salah memahami situasi tersebut sebagai bentuk penolakan.
“Kami sering kali memulai pemeriksaan awal pada pasien saat mereka masih di dalam mobil karena IGD penuh,” tambahnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik, khususnya terkait kapasitas dan kualitas pelayanan kesehatan di Kudus. Komisi D DPRD Kudus pun berkomitmen untuk memastikan pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat. (AS/YM)