Perjalanan Sosrokartono Meraih Gelar Sarjana Pertama di Indonesia

oleh -2,716 kali dibaca
Foto Sosrokartono di Pesarean Sidomukti, Desa Kaliputu, Kecamatan/Kabupaten Kudus, Rabu (31-01-2018). (Nila Niswatul Chusna/ISKNEWS.COM)

Kudus, ISKNEWS.COM – Kecerdasan yang ditunjukkan oleh Sosrokartono kecil, menjadikan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat memberi dukungan penuh atas pendidikan yang dijalaninya, hingga menghantarkannya pada gelar Sarjana Pertama di Indonesia. Tentu saja, perjalanan yang harus ditempuh oleh Sosrokartono untuk mencapai gelar tersebut tidaklah mudah.

Ia harus menempuh pendididkan di Eropesche Lagere School (ELS) Jepara, hingga tahun 1892. Setelah itu, melanjutkan pendidikan di Hogere Burger School (HBS) dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 1897. Rasa haus akan ilmu pengetahuan, membawa Sosrokartono ke Negeri Belanda.

Masih di tahun 1897, terdapat sebuah progam politik balas budi dari Pemerintah Hindia Belanda, berupa pemberian pendidikan bagi anak pribumi. Dari sekian banyak anak pribumi, terpilihlah seorang Sosrokartono yang didaulat untuk menjalankan pendidikan di Belanda.

Kesempatan tersebut tidak disia-siakan olehnya dan menjadikan dirinya sebagai mahasiswa pertama yang belajar ke Belanda. Di sana, ia menempuh pendidikan di Sekolah Teknik Sipil dan Polytechnikische School, Delft, Belanda.

“Jika umumnya pendidikan tersebut diselesaikan dalam kurun waktu tiga tahun, hal ini berbeda dengan Sosrokartono yang mampu menyelesaikannya hanya dalam waktu satu setengah tahun,” ungkap Juru Kunci Pesarean Sidomukti, Temu Sunarto (57), Rabu (31-01-2018).

Perjuangan Sosrokartono dalam menempuh pendidikan di Belanda tak berhenti di situ. Setelah kenyang mengenyam pendidikan di sekolah teknik, ia berpindah haluan ke Fakultas Sastra dan Filsafat di Unversiteit Leiden pada tahun 1899. Dari sana ia belajar berbagai bahasa asing, total bahasa asing yang dikuasai oleh Sosrokartono sebanyak 26 bahasa, 17 diantaranya merupakan bahasa internasional dan 9 bahasa nusantara.

“Tak hanya cerdas, Sosrokartono merupakan figur yang aktivis muda yang disegani pada masa itu. Hal ini dapat terlihat dalam Kongres Bahasa dan Kasusatraan Belanda ke – 25 di Kota Gent (yang kini menjadi Belgia -red) yang diadakan pada tahun 1899. Keberadaan Sosrokartono dalam Kongres tersebut, seolah mengguncang para akademisi Eropa,” ujar Sunarto saat ditemui media ini di Pesarean Sidomukti, Desa Kaliputu, Kecamatan/Kabupaten Kudus.

Sosrokartono menyampaikan pidatonya yang berjudul Het Nederlancdsch in indie (yang berarti, kritik terhadap pemerintahan Belanda di Indonesia -red). Sepenggal naskah yang dibacakan Sosrokartono dalam pidato tersebut, “Hak itu jangan di tahan-tahan. Berikanlah kepada bangsaku kesempatan seluas-luasnya untuk memperkaya diri dengan pengetahuan. Tarik dan angkatlah mereka dari jurang kebodohan, berikan mereka sinar terang untuk membebaskan diri dari kegelapan ilmu pengetahuan.”

Pada tahun 1901, Sosrokartono lulus dari Fakultas Sastra dan Filsafat di Unversiteit Leiden dan menobatkan dirinya sebagai Sarjana Muda pertama dari Indonesia. Hal yang begitu membangakan dan sekaligus mengharukan, meskipun saat itu Indonesia belum menggenggam kemerdekaan, akan tetapi hal tersebut tidak menghalangi perjuangan seorang Sosrokartono.

Keberhasilannya menjadi seorang Sarjana Muda, membuka kesempatan bagi anak pribumi untuk mengenyam pendidikan di Negeri Belanda. Gelar yang diperoleh tidak menghentikan langkah dan perjuangannya untuk terus mempelajari ilmu pengetahuan.

“Keahliannya dalam menguasai bahasa asing menghantarkannya pada Majalah Bintang Hindia di bawah pimpinan Dr Abdul Rivai, ia berkecimpung di majalah tersebut sebagai anggota redaksi. Lagi-lagi, prestasi membanggakan ditorehkan oleh Sosrokartono yakni pada 8 Maret 1908, ia dinyatakan lulus sebagai seorang Doktorandus di Leiden dengan predikat Summa Cumlaude. Ia merupakan orang pribumi pertama yang mendapat gelar Doktorandus,” pungkasnya.

Segenap gelar dan prestasi yang ditorehkan oleh Sosrokartono menjadi sebuah bukti yang menggambarkan, semangat seorang anak pribumi dalam memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan untuk mengangkat citra bangsanya dari jurang kebodohan. Bersambung… (NNC/AM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :