KUDUS, isknews.com – Kaget rasanya ketika kami sedang berada di kota yang jauh di ujung barat pulau ini, begitu mengetahui kami berasal dari Kudus, seorang kawan menanyakan kepada kami tentang oleh-oleh pisau Bareng, rupanya mereka begitu familier dengan kulitas pisau produksi para pandai besi di Kudus ini, ya, produk pisau di Kabupaten Kudus ini begitu populer di Indonesia bahkan mulai diminati pembeli dari luar negeri, karena cukup berkualitas dengan harga jual yang relatif murah.
Seorang perajin pandai besi di Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo, Kudus, Alex mengakui produk pisau Hadipolo atau dikenal dengan sebutan Bareng memang sudah dikenal masyarakat di Tanah Air sehingga pemasarannya cukup luas.
Beberapa pihak yang mencoba mengenalkan produk pisau Bareng, katanya, juga membuat sejumlah pembeli dari luar negeri mulai melirik produk pisau Kudus itu.
Mengapa di sebut Pisau Bareng? Hadipolo adalah desa di kecamatan Jekulo, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Hadipolo adalah suatu desa penghasil alat-alat pertukangan dan pertanian, dimana disini terdapat banyak tukang pande besi yang menghasilkan alat-alat pertanian seperti pisau, cangkul, sabit, dan mesin perontok padi. penduduk hadipolo sangat kental dengan PERDAGANGAN dengan tingkat mobilisasi yang tinggi, desa ini sering disebut dengan sebutan BARENG, jadi tidak heran jika pada bukti karcis angkutan umum nama Bareng masuk ke dalam daftar tujuan (disandingkan dengan kota-kota setingkat kabupatan) Wilayah Desa Hadipolo,
Namun dalam perkembangannya tidak hanya Bareng saja yang kemudian menjadi sentra pandai besi, seiring perkembangan industri pandaibesi di wilayah bareng, pada akhirnya wilayah lain di sekitar Bareng pun juga mengembangkan industri pandai besi tersebut, sebut saja Desa Tenggeles, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, yang secara geografis bersebelahan dengan Bareng, meskipun secara administratif masuk pada wilayah Kecamatan yang berbeda, sudah sejak bertahun-tahun dikenal sebagai salah sentra industry pande besi. Sebagian dari penduduk di desa yang terletak di timur Kabupaten Kudus itu, bermata pencaharian dari membuat produk berupa peralatan dapur, yakni pisau dapur, sotil (alat penggorengan), dan yang kini masih bertahan, adalah tatah ukir khusus pesanan dari pengrajin ukir di Jepara. Dari semua produk tersebut, pisau dapur mampu menembus pasaran di sejumlah kota di Provinsi Jawa Tengah.
Susanto, (45), salah seorang pengrajin lading (pisau dapur), membenarkan hal itu. Dijumpai isknews.com, Sabtu (5/9), saat sibuk bekerja di ruangan khusus yang di belakang rumahnya, RT-01/RW-02, Desa Tenggeles, dia mengatakan, pisau dapur buatannya dipasarkan di sejumlah kota di Jawa Tengah, yakni sebagian besar di Semarang, dan Jepara, serta Juana, Kabupaten Pati.
Para pengepul atau grosir dari kota-kota tersebut, datang dan mengambil langsung ke rumah Susanto, satu kali dalam sepekan. Untuk Semarang sebanyak 20 – 40 kodi, Jepara dan Juana 20 kodi, dengan harga Rp 35 ribu – Rp 80 per kodi, sesuai ukuran pisau dapur yang dipesan. Sejauh ini proses produksi berjalan lancer dan tidak ada masalah, juga kebutuhan bahan baku, meskipun semua masih secara manual. “Untuk alat pemotong plat baja, saya buat sendiri, bahannya dari kikir. “ kata Susanto, yang sudah menekuni pekerjaan tersebut , selama sekitar 15 tahun.
Bertahan
Penasehat paguyuban pengrajin pande besi Desa Tenggeles, Anis Fanani, yang dihubungi isknews.com, di kediamannya, men gatakan jumlah pengrajin di desa tersebut, kini sudah menyusut, karena sebagian beralih profesi menjadi pedagang besi tua. “Dari jumlah pengrajin yang semula sekitar 90 orang, kini hanya sepertiganya yang masih bertahan.”
Dengan jumlah pengrajin sekitar 35 orang, sentra industri pande besi itu mampu menghasilkan produksi per hari per pengrajin, untuk pisau dapur 160 buah, sotil 100 buah, tatah ukir 3 set (1 set 32 buah). Sedangkan untuk bahan baku dari plat baja dan stenlis, didatangkan dari Jakarta, sejauh ini pengiriman lancar, tidak ada masalah.
“Harga bahan baku, untuk plat baja Rp 8500 per kilogram, plat stenlis Rp 9000 – Rp 22.000 per kilogram. Kebutuhan , untuk plat besi, setiap 2 kodi (40 buah) setiap jenis produk, membutuhkan 3 kilogram plat baja, sedangkan untuk stenlis, setiap 1 kodi (20 buah), membutuhkan 1 kilogram platstenlis,” tutur Anis.
Menyinggung tentang peran dari Dinas Perindustrian Koperasi UMKM Kabupaten Kudus, dia mengungkapkan, setiap tahun memberikan bantuan peralatan dan promosi kepada pengrajin, meskipun belum merata, sangat bermanfaat dan melancarkan sirkulasi pemasaran. “Dari akademiisi, yakni Universitas Muria Kudus, memberikan bantuan teknologi dan inovasi produk.” (DM)