Prof. Dr. Agus Maladi Irianto MA, Guru Besar Undip : Peran Media Dalam Kajian Kebudayaan

oleh -1,727 kali dibaca

KUDUS –  Media, baik itu media cetak, televisi, bahkan media sosial, memiliki peranan (kontribusi) yang sangat besar dalam pengkajian kebudayaan dan pembentukan pengetahuan. Media dapat bermanfaat dan memberikan keuntungan banyak jika seseorang pintar dan bijak menggunakannya.

Guru besar pada Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof. Dr. Agus Maladi Irianto MA., mengutarakan hal itu dalam perkualiahan umum dengan Tema “Media dan Kebudayaan” yang diselenggarakan oleh Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muria Kudus (UMK), Sabtu (8/4/2017).

Sebelum kuliah umum juga ada pembacaan puisi berjudul, ‘Sajak Pertemuan Mahasiswa’ karya WS. Rendra yang dibacakan oleh Mahasiswa PBSI yang diwakili oleh Ahmad Khoirun Niam berduet dengan Syifa Fauzia Saputri. Acara yang dimoderatori oleh Drs. Kanzunnudin, M.Pd tersebut berjalan dengan lancer dan menarik.

Kebudayaan bukan sesuatu benda atau keadaan yang ‘given’ dan abadi. Kebudayaan akan selalu berkembang dan berubah terus menerus. Media memiliki kontribusi terhadap pengkajian kebudayaan, terutama berkaitan dengan pembentukan pengetahuan.

Agus Maladi -sapaan akrabnya- pun mengajukan beberapa pertanyaan penting dalam materinya, di era yang setiap bangsa menjadi bagian dari kampung global. Antara lain bagaimana menjelaskan tentang komunikasi dan interaksi masyarakat di dunia yang dipenuhi citra (penanda) suatu peristiwa dan telah menggantikan pengalaman nyata, dan bagaimana menjelaskan kebudayaan Indonesia hari ini,  ketika realitas sosial masyarakat kontemporer penuh dengan simulasi?

Dia menjelaskan, kebudayaan manusia hari ini, telah melampaui pemikiran modernitas, yang ditandai dengan munculnya industri barang dan jasa menuju era pascamodernitas. Masyarakat pun terbiasa mengonsumsi simbol-simbol dan citra ketimbang mempertimbangkan fungsi produksi barang yang dikonsumsi.

”Sementara media massa, ekspresinya sangat beragam. Siaran televisi yang notabene industri padat modal dan dikuasai oleh sebagian kecil pengusaha, diangap kurang independen serta sarat kepentingan bisnis dan politik. Sementara informasi di media sosial, ekspresi kebencian, kemarahan, kesantunan, dan kepedulian, bisa tercipta dengan cepat, meluas tanpa filter dan seleksi,” katanya.

Dalam bidang sastra, media sastra saat ini tidak hanya menggunakan media kertas seperti dalam penulisan novel, cerpen, dan puisi. “Pernahkah anda berpikir bahwa graffiti-graffiti di kamar mandi seperti tulisan ‘cinta ditotak, kau kujambak’. Itu adalah media dalam menulis puisi. Selain itu, penulisan kata-kata di bak truk seperti ‘tidak pulang rindu pulang padu, pulang malu tak pulang rindu’. Itu bisa disebut puisi  dengan media kreasi bukan kertas.

“Tujuan dari kuliah umum ini adalah memberikan wawasan keilmuan kepada mahasiswa berkaitan dengan perkembangan media dan kaitannya dengan eksistensi karya sastra, dan perkembangan kebudayaan.” Kata Mila Roysa, S.Pd., M.Pd. selaku kepada prodi PBSI.

“Maraknya media online pun, dalam sastra muncul istilah sastra cyber. Yaitu sastra yang ditulis di dunia maya, bisa Blog, Web, WA, BBM, dan sebaginya. Dengan media online karya sastra pun dapat dengan mudah diakses banyak orang. Media berkomunikasi, seperti media sosial selain memiliki dampak negatif seperti antisosial, juga memiliki dampak positif yang banyak bagi masyarakat jika bisa dimanfaatkan dengan baik.” Tandasnya.(*)

Oleh Muhammad Noor Ahsin

Ketua Panitia Acara Kuliah Umum PBSI UMK

KOMENTAR SEDULUR ISK :