Kudus, isknews.com – Ribuan warga Muhammadiyah di Kudus hari ini melaksanakan Salat Idul Fitri di 33 lokasi yang diselenggarakan seperti diumumkan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Kudus beberapa waktu lalu. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr Abdul Mu’ti yang kebetulan sedang pulang kampung di Desa Getassrabi Kudus memimpin Salat Id di Lapangan SD1 Setrokalangan, Kecamatan Kaliwungu, Kudus.
Sementara PDM Kudus menggelar pelaksanaan Salat Id di lapangan Stadion Wegu Wetan Kudus dengan bertindak selaku imam dan khatib adalah Ustad Nadhif Direktur Muhammadiyah Boarding School Kudus, Jumat (21/04/2023).
Dalam salah satu sari khutbahnya, Nadhif menyampaikan, bahwa umat islam dalam melaksanaan idulfitri tahun ini dan rangkaian ibadah didalamnya tidak bersamaan. Sebagian melaksanakan hari ini, sebagian yang lain akan melaksanakan besuk pagi.
“Terkait perbedaan ini, umat islam perlu membekali diri dengan keilmuan yang memadahi, sehingga lahir kesadaran bahwa perbedaan beridulfitri adalah bagian dari perbedaan ijtihadiah atau furu’iyah yang nilainya (baik atau lebih baik), bukan perbedaan ushuliyah atau pokok yang nilainya (benar atau salah), sebagaimana dalam banyak hal umat islam sudah terbiasa menjalaninya secara berbeda,” ujarnya.
Menurutnya, sebenarnya perbedaan dalam hal ljtihadiyah sudah ada sejak Rasulullah masih hidup mendampingi umat ini. Sebagaimana diriwayatkan oleh lbnu Umar, pada peristiwa pengusiran Bani Quraidhah setelah berkhianat dalam perang Al- Ahzab.
“Kalau dalam cerita diatas, sumber perbedaan sahabat adalah pada memahami larangan nabi. Ada yang memahami secara tektualis, sehingga melaksanakan sholat Ashar ketika sampai bani Quraidhoh sekalipun tidak pada waktunya karena waktu ashar sudah selesai,” tuturnya.
Sedangkan kata Nadhif, sebagian sahabat memahami dengan diroyah (melogika) bahwa larangan tersebut bukan pada makna dhohir, tapi pada makna yang tersimpan (esensi) nya yaitu berangkat segera untuk mengusir bani Quraidhoh sekalipun kondisinya masih kelelahan pasca perang Ahzab.
“Dan yang menarik, terkait kejadian itu Nabi tidak mencela salah satu dari dua kubu yang berbeda pendapat ini,” terangnya.
Dilanjutkannya, termasuk perbedaan idul fitri saat ini, perbedaan umat Islam bukan pada tanggal 1 Syawalnya yang merupakan persoalan pokok beridulfitri, dalam hal ini, umat islam sepakat bahwa idul fitri dan rangkaian ibadahnya dilaksanakan pada tanggal 1 syawal.
“Tapi perbedaan muncul pada mendefinisikan kapan tanggal 1 syawal, dengan apa penetapannya? Dan bagaimana kriterianya? Dimana persoalan persoalan tersebut tidak secara rinci di sebutkan didalam nash. Sehingga yang idul fitri hari ini, memahami hari ini tanggal 1syawal dengan menyandarkan kesimpulannya pada metode hisab hakiki wujudul hilal, sedangkan yang beridulfitri besuk pagi meyakini 1 syawal untuk besuk, dengan menyandarkan kesimpulannya pada hisab hakiki Imkanur rukyat minimal 3 derajat,” ujar Nadhif yang juga dan Ketua Badan Pengurus Lazismu Kudus.
Karena kata Ustad Nadhif, perbedaan beridulfitri adalah bagian dari ranah ijtihadiah, maka sikap yang perlu dibangun adalah saling menghormati dan saling menghargai. Masing-masing cukup meyakini bahwa tanggal 1 syawal sesuai kesimpulan yang diikuti untuk dirinya sendiri, kemudian khusu’ beribadah sesuai dengan apa yang diyakini.
“Jangan sampai terjebak pada sikap setelah meyakini, kemudian merendahkan, mengolok-ngolok, menghina kepada yang berbeda sehingga lupa untuk memaksimalkan ibadah, dimana pada akhirnya perbedaan tersebut menjadi faktor yang merugikan diri sendiri maupun persatuan umat islam,” pungkasnya. (YM/YM)