Sekali Lagi Soal Agama Baru Di Kudus, Agama BAHA’I Tidak Diakui Oleh Pemerintah

oleh -1,471 kali dibaca

KUDUS, isknesw.com – Kepala Kantor Kementrian Agama Kabupaten Kudus, Drs H Hambali MM, mengatakan agama BAHA’I tidak diakui oleh pemerintah. Dia menyampaikan hal itu, saat menerima audiensi aliansi LSM yang tergabung dalam Aliansi LSM Perduli Nasib Wong Kudus (ALIP), Rabu (9/9), di sebuah rumah makan di Jalan Bhakti, Kudus.

Hambali dalam kesempatan itu didampingi Kepala Sub Tata Usaha H Sulhadi, Kasie PD Pondok Pesantren H M Kafit MPd dan stafnya Abdul Qodir SPdi, serta Staf Bimas Islam Abdul Maliki S.Sy. Sedangkan dari ALIP, hadir Mbarsidi (LSM Reformasi), Wibowo SH (LSM Garda P3R), Jayadi (LSM Garda JP) dan Suharno (LSM Geram). Adapun tujuan audiensi adalah sosialisasi agama baru BAHA’I di Kabupaten Kudus, yang dikemas dalam acara buka bersama di Gereja Katedral Evengalista (KE), pada 26 Juli 2015, yang dihadiri oleh Kepala Kemenag Kabupaten Kudus, karena kehadiran agama baru tersebut sedang menjadi buah bibir di masyarakat, dan sosialisasinya seringkali mendompleng pada kegiatan-kegiatan bertemakan lintas agama meskipun seringkali menggunakan kemasan yang islami misalnya acara buka bersama atau halal bihalal, sehingga tak pelak membuat beberapa pihak terkecoh.

Seperti diketahui Pemeluk Baha’i memiliki kewajiban untuk berbagi keyakinan, namun melarang praktik dakwah.

Seperti dikutip dari website resminya bahai.org, Penganut Baha’í di seluruh dunia mengamalkan Ajaran-ajaran Bahá’u’lláh melalui pengabdian secara individu, keluarga, serta masyarakat, dalam upaya untuk mengabdi kepada masyarakat luas.

Kegiatan Bahá’í meliputi serangkaian kegiatan kerohanian dan pendidikan untuk setiap tingkat usia. Salah satu kegiatan kerohanian utama masyarakat Bahá’í adalah do’a bersama yang dilakukan bersama dengan masyarakat dari berbagai latar belakang keyakinan.

“Kami ingin memperoleh penjelasan, dalam kapasitas apa dan kehadiran Kepala Kantor Kemenag Kudus, dalam sosialisi agama BAHA’I tersebut,” kata Mbarsidi, mengawali pembicaraan.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Hambali membenarkan kalau pihaknya hadir, dalam acara yang disenggerakan di Gereja (KE) tersebut. Namun setahu pihaknya, undangan yang diterima tidak mengatasnamakan BAHA’I, tetapi atas nama Forum Komunikasi Lintas Pantura (Tali Akrap), yang diketuai oleh Rosyid, dosen STAIN Kudus. “Karena undangannya adalah acara buka bersama, ya saya menghadiri acara tersebut, meski buka bersamanya di sebuah gereja, dan saat itu hadir pula Kepala Kesbangpol Linmas, Djati Soelechah.”

Dan saat pihaknya sampai di tempat acara, sudah menjelang acara tersebut berakhir, yang diisi oleh KPU Daerah Kabupaten Kudus tentang Pemilu. Hambali kemudian memperoleh keterangan dari sejumlah tamu penting yang hadir, bahwa dalam acara buka bersama itu, diselipkan sosialisasi agama baru BAHA’I. “Jadi kehadiran saya dalam acara tersebut menurut saya ada hikmahnya, yakni bisa memantau kehadiran agama baru di Kudus, termasuk BAHA’I, dan sejauh mana respon masyarakat.”

Hambali menegaskan, informasi yang diterima pihaknya, Kementrian Agama RI belum merestui BAHA’I, atau dengan kata lain, agama BAHA’I tidak diakui oleh pemerintah. Namun demikian, terkait dengan kewenangan adanya agama baru, Kemenag hanya sebagai pelaksana, bukan pembuat regulasi. Sehingga dengan kemunculan BAHA’I di Kudus, Kemenag pun sudah memberikan pemberitahuan, yakni apabila BAHA’I ingin disahkan sebagai agama baru, agar mengajukan permoohonan ke DPR, sedangkan kalau sebagai aliran kepercayaan agar meminta pengesahan ke Kejaksaan Agung di Jakarta.

Mewakili rekan-rekannya, Mbarsidi menyatakan, Aliansi LSM ALIP mendukung sikap tegas Kemenag, yakni menolak kehadiran agama BAHA’I, khususnya di Kabupaten Kudus. (DM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :