Pati, ISKNEWS.COM – Abrasi air laut yang melanda wilayah pesisir Dukuh Sumurtowo, Desa Kembang, Kecamatan Dukuhseti Pati kian mengkhawatirkan. Pasalnya, usai musim baratan awal tahun ini, air laut naik ke daratan puluhan meter. Untuk mengurai dampak abrasi air laut, petani tambak setempat membuat pemecah gelombang secara tradisional.
Solusi yang paling tepat menangani abrasi saat ini adalah dengan membuat pemecah gelombang ujar salah seorang warga setempat, Sutrimo (44). Dengan menanam atau menancapkan tiang dari bambu di laut, terangnya, kemudian ditancapkan dengan jarak beberapa meter dari daratan.
“Jadi tidak perlu dengan beton, cukup dengan tiang dari batang bambu. Setidaknya tadi kami mengumpulkan sekitar 600 batang bambu untuk pemecah gelombang ini. Yang penting tertancap kuat dan membujur ke garis pantai sejauh 150 meter. Setelah tertancap barulah diberi waring atau jaring agar bangunan lebih kuat,” usul warga yang juga petani tambak setempat, Senin (23-07-2018) siang kemarin.
Sejak 1997, imbuh Sutrimo abrasi di wilayahnya telah memusnahkan setidaknya 150 hektar tambak milik warga. Dan semenjak dua tahun terakhir, kondisi tanah bekas tambak yang tergerus abrasi mulai muncul. Untuk itulah, warga mulai antusias membuat pemecah gelombang dengan harapan lahan baru akan muncul kembali.
“Bahkan akibat abrasi, air laut sudah naik hingga 50 meter dari pemukiman. Sehingga ratusan hektar tambak hilang akibat terkena abrasi. Mulai pulih lagi 2016 kemarin. Dan saat ini, tambak yang terbentuk baru sekitar 60 hektar atau separuhnya. Untuk itu petani tambak yang ada disini bersemangat untuk membuat pemecah gelombang,” ujarnya.
Selama ini, Pemerintah Kabupaten Pati sudah berupaya mengurangi abarasi dengan membuat sabuk hijau dengan penanaman mangrove. Sayang, upaya tersebut dinilai tidak efektif sebab setelah ditanam mangrove tidak lagi dirawat. (IN/WH)