Buka Suara, Pimpinan Ponpes Viral Hukum Santri Celup Tangan Ke Air Panas

oleh -6,157 kali dibaca
Seorang jurnalis saat menemui pimpinan Ponpes Anfaul Ulum di Desa Samirejo, Kecamatan Dawe, Kudus, KH Ahmad Thoha, mempertanyakan viralnya hukuman celup tangan ke air mendidih di pondok tersebut, Sabtu 08/06/2024 (Foto: YM)

Kudus, isknews.com – Usai berita viral mengenai santri yang dalam gambar di sejumlah platform media sosial terlihat jari dan sebagian telapak tangannya melepuh akibat hukuman dicelup ke air panas oleh oknum pengurus pondok pesantren (Ponpes). Sejumlah awak media bergegas menuju lokasi pondok untuk mengetahui latar belakang Ponpes memberikan hukuman kepada santri dengan cara yang tak lazim.

Pondok pesantren (Ponpes) tersebut bernama Anfaul Ulum yang berada di Desa Samirejo, Kecamatan Dawe, Kudus. Kehadiran awak media ditemui langsung oleh pimpinan ponpes yang juga Pengasuh Ponpes yakni KH Ahmad Thoha, Sabtu (08/06/2024) siang.

Thoha yang sekaligus juga pendiri ponpes tersebut saat ditemui di kediamannya membenarkan memang ada kejadian tersebut di pondok pria yang lokasinya sekitar 200m dari kediaman Thoha.

Menurutnya dugaan kekerasan fisik itu memang benar ada dan dilakukan oleh salah satu oknum pengurus ponpes berinisial AS terhadap santri mereka yang diketahui melanggar peraturan pondok atau ta’ziran.

Ta’ziran sendiri merupakan sanksi yang diberikan kepada santri yang telah melakukan pelanggaran peraturan pesantren, dengan tujuan agar santri yang melanggar tersebut tidak mengulangi kesalahannya.

“Itu biasanya setiap malam Jumat pengurus-pengurus itu saya suruh data anak-anak yang melanggar aturan tata tertib pondok pesantren. Kalau sudah terdata itu nanti saya suruh yang pertama adalah memberikan nasehat sesuai jenis pelanggarannya,” kata Thoha.

Dikatakannya, setelah dinasehati dan dihukum tapi dengan membaca Al-quran. Tujuannya agar anak-anak itu mendapatkan hidayah, sehingga kesalahan yang dilakukan tidak diulangi lagi.

“Jika jenis pelanggarannya ada banyak, maka ada tambahan hukuman berupa membersihkan tempat yang kotor dalam istilah pondok disebut Yaro’an, yakni dengan membersihkan kamar mandi, WC, tempat wudhu dan tempat tempat pembuangan sampah. Itu yang selalu saya anjurkan pada semua pengurus,” kata dia.

Pada kejadian yang kemudian viral, saat itu dirinya kebetulan sedang tidak ada ditempat, dan seperti biasanya setiap pekan pengurus memberikan hukuman pada anak-anak yang dinilai melanggar. Kali itu katanya dengan hukuman yang sama, memasukkan kedua tangan separuh jari kedalam baskom yang terbuat dari atom berisi air panas.

“Cerita dari pelaku, sebenarnya air itu belum mendidih kemudian dicampur dengan air biasa atau air kran. Jadi bukan sepenuhnya yang dalam baskom itu air panas, karena sudah dicampur air dingin. Sebelum menyuruh 15 orang yang melanggar itu AS pengurus yang menyuruh dan menghukum, sudah mengetes dan mencoba memasukkan tangannya sendiri kedalam baskom itu,” jelasnya.

Pas kebetulan katanya, dari 15 orang itu yang dihukum itu mungkin ada dua anak yang kulitnya begitu sensitif sebanyak dua orang.

“Sehingga akibatnya jari keduanya melepuh seperti yang terlihat di foto-foto itu. Cuman mohon maaf, apakah itu foto editan atau sudah di zoom, kebenarannya saya nggak tahu,” tuturnya.

Pihaknya menilai, AS yang merupakan pengurus pelaku dugaan kekerasan fisik terhadap santri, adalah sosok pribadi yang baik akhlaknya. S berasal dari keluarga kurang mampu yang sudah mondok di ponpes setempat tanpa dipungut biaya.

“Anaknya selama ini baik akhlaknya, Dia dari kalangan kurang mampu yang orangtuanya usia 70 tahun. Alhamdulillah di pondok sudah menghafal 25 juz, jadi mondok di sini saya gratiskan karena keluarga kurang mampu,” paparnya.

Setelah kejadian itu, lanjut Thoha, kedua belah pihak juga telah berkomunikasi. Hingga Sabtu, 8 Juni 2024, sudah ada komunikasi agar permasalahan tersebut bisa terselesaikan dengan cara kekeluargaan. Satu anak dari Gembong Pati yang kemudian dirawat di RS Soewondo Pati, Sedangkan yang seorang lagi warga Gebog dan hanya dirawat dirumah. Keduanya Siswa MA Kelas 10.

“Saya juga sudah sempat menjenguk anaknya pas dirawat di RSUD Soewondo, tapi memang terlambat kurang lebih 9 hari setelah kejadian, karena saya minta alamatnya tidak dikasih, lalu saya cari sendiri dan alhamdulillah ketemu,” tambahnya.

Thoha melanjutkan, pada saat perstiwa tersebut terjadi, Ia mengaku sedang berada di luar ponpes. Bahkan, Ia mengetahui ada kejadian tersebut dua hari setelah kejadian, tepatnya pada Rabu, 29 Mei 2024 saat orangtua korban datang ke ponpes.

“Jadi setelah malamnya kejadian, esok harinya hari Selasa itu anaknya izin pulang, bukan menceritakan masalah ini tapi bilangnya tulang belakangnya sakit, terus saya kasih izin. Tahunya, Rabu kedua orang tua melapor, itu baru saya tahu,” imbuhnya.

Saat ini, pengurus pondok yakni AS telah mendapatkan nasehat dari pihak pengasuh pondok dan diminta berjanji untuk tidak mengulang kembali. Terlebih, menghukum santri yang tidak pernah diajarkan olehnya seperti itu. (YM/YM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :

No More Posts Available.

No more pages to load.