Sering Mangkir Pemeriksaan Polisi, Wali Santri Desak Tersangka Kasus Ponpes Ditahan

oleh -712 kali dibaca
Wali santri dan sejumlah penasehat hukum kasus eksploitasi anak di Ponpes Al Chalimi Bulungcangkring, Jekulo, Kudus (Foto: YM)

Kudus, isknews.com – Proses hukum terhadap Ahmadi, pengasuh Ponpes Al Fattah Raudlatul Qur’an Bulungcangkrig Jekulo, Kudus, bersama tiga tersangka lainnya dalam kasus pelanggaran UU Perlindungan Anak terus bergulir. Meski telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Kudus sejak 11 November 2024, hingga kini keempatnya belum ditahan.

Kuasa hukum Yayasan Al Chalimi, Solikhin SH, yang mewakili para wali santri mendesak pihak berwenang untuk segera menahan keempat tersangka tersebut diantaranya yaitu AH, KMT, KF dan MM.

“Ancaman hukuman dalam kasus ini mencapai 10 tahun penjara. Tidak ada alasan untuk tidak dilakukan penahanan, terutama karena keberadaan para tersangka di sekitar pesantren dapat membahayakan keselamatan dan psikologi anak-anak korban,” tegas Solikhin, Jumat (22/11/2024).

Solikhin juga mengungkapkan bahwa Ahmadi dan tiga tersangka lainnya telah dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan. Hal ini, menurutnya, semakin menunjukkan perlunya tindakan tegas agar proses hukum berjalan efektif.

“Ketidakhadiran mereka menghambat proses penyidikan dan memberikan ketidaknyamanan bagi keluarga korban,” tambahnya.

Solikhin pun menerangkan, pertimbangan perlu adanya penahanan ini berdasarkan Pasal 21 ayat 4 KUHAP bahwa penahanan bisa dilakukan karena ancaman pidana pada pasal yang disangkakan kepada tersangka mempunya ancaman hukuman 10 tahun.

“Kemudian alamat tempat tinggal dan tempat kerja para pelaku berhadap-hadapan dan berada dalam satu wilayah RT yang sama dengan Ponpes Al Chalimi, tempat anak yang menjadi korban menempuh pendidikan saat ini. Orang tua mengkhawatirkan keamanan anak-anak jika pelaku tidak ditahan,” jelasnya.

Selain itu, para tersangka juga disebut telah mengulangi tindak pidana dugaan eksploitasi anak. Yakni dengan mengajak anak-anak melakukan demo di depan Polres Kudus pada Kamis (21/11).

“Alasan subjektifiktas mereka tidak ditahan itu karena tidak akan mengulangi tindak pidana. Tapi kan ini malah diulangi, kembali melakukan eksploitasi anak dengan mengajak demo. Jadi mereka itu wajib ditahan, tidak ada alasan bagi Polres untuk tidak melakukan penahanan,” tegasnya.

Selanjutnya, ia juga menyebut bahwa para tersangka telah dua kali mangkir ketika dilakukan pemanggilan ke Polres Kudus.

Kasus ini bermula sejak konflik internal di Ponpes Al Chalimi pada 2022, yang berujung pada perpindahan besar-besaran santri dan staf ke Ponpes Al Fattah. Dalam proses tersebut, beberapa anak diduga dipaksa membantu memindahkan barang, mengalami kekerasan, hingga tekanan psikologis yang berdampak panjang.

Hasil pemeriksaan psikologis terhadap anak-anak korban menunjukkan dampak yang serius, termasuk gangguan kecemasan, depresi, dan trauma mendalam.

Para wali santri dan kuasa hukum Yayasan Al Chalimi berharap agar pihak kepolisian segera mengambil langkah tegas demi memberikan keadilan dan perlindungan kepada para korban. Kasus ini juga menjadi sorotan publik, menyoroti pentingnya penegakan hukum terhadap pelanggaran hak anak di institusi pendidikan.

Bambang Budiyanto, yang merupakan pelapor sekaligus Wali Santri Ponpes Al Chalimi juga berharap Polres Kudus bisa segera melakukan penahanan kepada para tersangka.

“Jangan sampai tidak ditahan karena merupakan pengurus ponpes. Harapan saya tidak ada perlakuan berbeda di hadapan hukum, karena semua sama di mata hukum,” tuturnya. (YM/YM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :

No More Posts Available.

No more pages to load.