KUDUS, isknews.com – Lingkungan Industri Kecil (LIK) Rokok Kretek, di Desa Megawon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, dalam kesehariannya, lebih sering sepi dari aktivitas kegiatan produksi. Dari sebanyak 8 perusahaan rokok kelas kecil yang menyewa gedung di LIK tersebut, hanya 1 perusahaan yang aktif melakukan kegiatan produksi, yakni PR Gentong Gotri, yang menempati gedung unit K. Satu perusahaan bahkan pintunya disegel, yakni PR Paku Bumi, karena tidak membayar uang sewa gedung.
Pantaun isknews.com, di lokasi, Rabu (30/9), seluruhnya ada 11 unit gedung di LIK, dengan luas masing-masing 400 m2 itu, dua diantaranya digunakan untuk kantor pengelola, dan satu unit digunakan oleh Persatuan Perusahaan Rokok Kudus (PPRK), dan sebuah aula untuk pelatihan pekerja atau pelaku usaha. Perusahaan yang menyewa gedung di LIK, sesuai papan nama yang terpasang di dinding gedung, adalah PR Sinta, PR Sekar Pendawi Makmur, PR Hendra Jaya, PR Al-Fayid, PR Rajan Nabadi, PR Ghofur Putra Jaya, dan PR Gentong Gotri, serta PR milik H Alwi.
Komplek LIK yang diperuntukkan bagi perusahaan rokok kretek kelas kecil itu, dibangun pada 2009 dan diresmikan penggunaanya pada 2010, sumber dananya dari dana bagi hasil cukai dan hasil tembakau (DBHCHT) 2010 senilai Rp 13 miliar, dari dana DBHCHT yang diterima Kabupaten Kudus sebanyak Rp 49 miliar.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perindustrian, Koperasi, dan UMKM Kabupaten Kudus, Bambang Tri H, melalui Kepala Bidang Perindustrian, Muh Khoesnaini, yang dihubungi isknews.com, Rabu (30/9), membenarkan kalau dilihat sekilas, memang tampaknya LIK terkesan sepi aktivitas. “Yang terjadi tidak seperti itu. Perusahaan rokok yang ada di LIK tetap berproduksi dan ada kegiatan, hanya saja memang tidak setiap hari, ada yang dua hari bekerja dalam satu minggu, bahkan ada yang satu hari bekerja dalam satu minggu.”
Menurut dia, sesuai perjanjian antara dinas terkait dengan PR yang menyewa, bangunan yang ditempati adalah gedung, bukan gudang. Dengan demikian PR menggunakan gedung tersebut adalah untuk kegiatan perusahaan dengan mempekerjakan buruh dan menghasilkan barang atau produk. Jika ketentuan itu dilanggar, maka pihak dinas akan mengambil tindakan sesuai peraturan yang berlaku.
“Sekarang ini, dengan kondisi ekonomi yang serba sulit, ternyata PR yang menghuni LIK masih bisa menjalankan usahanya, dan laporan yang kami terima setiap bulan tidak ada yang 0%.”
Mengenai besarnya uang sewa, Khoesnaini menerangkan, pihak dinas berpedoman pada Perda Kabupaten Kudus 2019 tentang LIK, yakni sebesar Rp 4 juta per tahun, per gedung. Untuk kebutuhan lain, seperti tenaga keamanan, listrik dan air, seharusnya menjadi tanggungan PR penyewa. “Namun yang berlaku sampai sekarang, PR hanya menanggung listrik, sedangkan keamanan dan air, ikut atau menggabung LIK.” (DM)