Kakek Penjual Celengan Ngaku Kapok Jualan di Kudus

oleh -1,424 kali dibaca
oleh
Mbah Paring (88), kakek tua penjual celengan di Kudus yang mengaku dipukuli dua preman saat didatangi ke rumahnya di Desa Kedungwaru, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Sabtu (21-04-2018), memberikan ketarangan yang berubah-ubah kepada polisi. (Mukhllisin/ISKNEWS.COM)

Kudus, ISKNEWS.COM – Usai mengalami musibah yang menyebabkan pelipisnya robek, Mbah Paring (88), kakek tua penjual celengan di Kudus mengaku kapok berjualan. Pengakuan itu dilontarkan saat ditemui awak media di kediamannya di Kedungwaru Kidul RT 01 RW 03, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Sabtu (21-04-2018).

Saat ditanya, Mbah Paring mengaku dipukul dua orang sebanya dua kali yang menyebabkan luka robek pada bagian pelipisnya. Saat itu dua orang tak dikenal awalnya mengingatkan sang kakek agar tak jualan di area tersebut.

Jawaban Mbah Paring ketika ditanya berubah-ubah. Ketika ditanya kembali kenapa sampai dipukul orang, Mbah Paringmengaku tidak tahu penyebabnya. Tiba-tiba ada yang memukul tanpa ada alasan pasti. “Saat itu saya dan yang mukul itu sama-sama berdiri,” katanya.

Mbah Paring ternyata cukup dikenal di kampungnya. Hampir semua orang mengenalnya dan tahu rumah kakek penjual celengan ini. Rumah sang kakek ternyata dua lantai dengan bangunan sederhana tanpa keramik.

Salah satu cucu Mbah Paring, Mahtiah (33) yang mendampingi sang kakek saat ditemui awak media mengatakan, usai kejadian itu kakeknya mengaku sudah kapok berjualan di Kudus. Dia menjelaskan, pihak keluarga sebenarnya sudah melarang Mbah Paring berjualan karena sudah tua.

“Tapi kakek masih saja nekat berjualan. Mungkin karena sudah terbiasa sejak muda,” ungkapnya.

Diceritakan, Mahtiah, kakeknya sudah mulai berjualan celengan sejak masih muda sebelum menikah. Bahkan kalau berjualan tidak hanya di Kudus, melainkan hingga ke Surabaya dan Banyumas. Kini, karena usianya sudah hampir 90 tahun akhirnya diputuskan hanya berjualan di Kudus.

“Kalau berangkat jualan pukul 04.00 WIB naik ojek menuju Mayong, Jepara, untuk membeli celengan. Baru setelah itu menuju Kudus untuk berjualan,” imbuhnya.

Dia membeberkan, dalam sekali berjualan bisa mendapatkan uang Rp 500 ribu dari penjualan celengan. Tiap celengan dihargai Rp 30 ribu, tapi kadang apabila ada orang yang dermawan biasanya dibeli Rp 50 ribu tanpa meminta kembalian.

“Kalau sekali berangkat jualan kadang bisa mencapai dua minggu tidak pulang,” ucapnya.

Dari hasil jualan celengan itulah yang membuat Mbah Paring mampu membuatkan rumah bagi keturunannya. Tak tanggung-tanggung tiga rumah sudah dibuatkan untuk cucunya dan satu rumah dua lantai yang kini ia tempati.

Sementara itu Kapolsek Kudus AKP Muh Khoirul Naim bersama anggotanya pada hari yang sama juga mendatangi rumah sang kakek untuk meminta keterangan seputar musibah yang dialami.

Hanya saja selama penggalian informasi dari Mbah Paring, keterangan yang didapat berubah-ubah. Dijelaskan Naim, ada tiga pengakuan yang berubah-ubah dari Mbah Paring. Pertama mengaku didatangi dua orang pemuda yang diduga preman meminta sejumlah uang.

Akan tetapi uang yang berdasarkan keterangan anaknya uang sejumlah Rp 2 juta yang ada di saku Mbah Paring masih utuh. Selain itu, apabila benar didatangi preman tentunya dapat bertindak nekat lainnya seperti menghancurkan barang dagangannya.

“Kalau preman kemungkinan tidak. Selain fakta uang Rp 2 juta yang berada di saku masih utuh dan barang dagangannya juga masih rapi tidak ada yang dipecahkan, di kawasan situ juga kondusif tidak ada preman selama ini,” ungkapnya.

Jawaban kedua, Mbah Paring mengaku dipukul tukang becak yang tidak terima dirinya berjualan celengan di kawasan situ. Kemudian jawaban berubah lagi mengaku didatangi orang tua dan anak kecil yang langsung memukulnya tanpa sebab yang pasti.

Anak dan cucunya yang mendampingi juga ikut bingung mendengar jawaban Mbah Paring. “Lho piye to mbah, jawabane kok molah malih, sing bener sing endi? (Lho gimana to mbah, jawabannya kok berubah-ubah, yang benar yang mana?),” kata Naim menirukan cucu Mbah Paring.

Naim juga meminta kepada Mbah Paring agar tidak lagi jualan celengan di Kudus, mengingat usia dan kondisi yang tidak lagi memungkinkan. Saat diberikan nasihat seperti itu,Mbah Paring mengiyakan dan berjanji tidak lagi jualan.

Pihak keluarga juga sebenarnya sudah melarang agar tidak lagi jualan. “Tapi melarangnya hanya sekadar omongan saja, tidak ada tindakan. Sebab terkadang Mbah Paring masih saja nekat berjualan,” bebernya.

Kenekatan Mbah Paring untuk jualan celengan di Kudus bukan karena faktor ekonomi. Sebab dilihat dari kondisi rumahnya, Mbah Paring termasuk keluarga berkecukupan. Apalagi anak-anaknya juga termasuk kategori mampu. Mbah Paring masih nekat berjualan karena kondisinya sudah agak pikun.

Selain itu pihaknya juga sudah meminta keterang dari pengunggah di media sosial terkait kondisi sang kakek, yakni pemilik akun Danny Sanda yang juga merupakan orang yang membawa Mbah Paring ke Klinik As Syifa untuk diobati dan mendapat lima jahitan.

Namun, ketika dimintai keterangan dari kepolisian Danny juga tidak tahu pasti yang terjadi pada sang kakek. “Setahu Danny Mbah Paring mengaku dipukul dua orang preman,” pungkasnya. (MK/YM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :

No More Posts Available.

No more pages to load.