Mayor HM Basuno, Siapakah Dia?

oleh -4,924 kali dibaca
Jalan Mayor HM Basuno Kudus, letaknya di depan atau sebelah utara Pasar Bitingan. (Foto : Darmanto Nugroho)

Kudus, ISKNEWS.COM – Ada banyak nama-nama tokoh yang menjadi nama sebentang jalan di Kabupaten Kudus.
Sebut salah satunya adalah Jalan Mayor HM Basuno, nama yang diberikan untuk ruas jalan di sebelah Utara Pasar Bitingan, Kabupaten Kudus, ke arah Barat sampai Perempatan Sunggingan, begitu familiarnya kita pada nama tokoh itu,  tapi sipakah pemilik pangkat Mayor itu?

Warga masyarakat Kudus tentu tidak asing dengan jalan ini, karena merupakan salah satu jalan utama yang setiap hari padat dan ramai dengan arus lalu lintas. Siapakah Mayor HM Basuno, kenapa namanya sampai diabadikan untuk sebuah jalan di Kabupaten Kudus?

Namun ternyata tidak mudah mencari informasi tentang tokoh HM Basuno dan beberapa nama tokoh lokal yang juga menjadi nama jalan di sebujur kota kretek ini, miskin referensi bahkan termasuk dari pemerintah daerah Kudus tentang nama-nama tokoh tersebut.

Khusus nama HM Basuno, tak banyak tokoh di Kudus yang kurang bisa menjelaskan siapa Mayor HM Basuno, bahkan termasuk unsur TNI yang sekarang.

Namun dari sejumlah situs dan portal yang coba kami selancari meski tak spesifik membicarakan tokoh ini, ada sedikit informasi yang coba kita gali mengenai sosok ini.

Mayor HM Basuno, adalah warga Semarang yang bertugas di Batalyon 426 Kudus, untuk memulainya kita akan mengenang kembali peristiwa pemberontakan Batalion 426 yang terjadi di Kudus. Dalam pemberontakan Batalion 426 yang merupakan bagian dari Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah yang pada masa itu dipimpin oleh Amir Fatah, Mayor HM Basuno salah satu dari pimpinan Batalion 426.

Karena kesetiaaannya kepada Negara, Mayor HM Basuno ditembak oleh anak buahnya sendiri, saat akan dilakukan penangkapan terhadap para pemberontak oleh Batalion 424 yang ditugaskan untuk memadamkan pemberontakan.

Di bulan Desember 1951 terjadi pemberontakan Batalyon Infantri 426. Mayor TII Mughny tertembak, dan dari kematiannya terungkap hubungan rahasia antara beberapa perwira Batalyon 423 dan 426 dengan DII/TII.

Dengan peristiwa ini Panglima TT-IV bertindak tegas. Beberapa perwira Batalyon 423, termasuk komandannya Mayor Basuno segera diperiksa, dan sewaktu pemeriksaan itu Mayor Basuno ditembak anak buahnya sendiri yang sudah kena pengaruh DI/TII.

Mayor Basuno ditembak di rumahnya sendiri di Jatingaleh, Semarang. Berikutnya, Komandan Batalyon 426, Mayor Munawar, Kapten Sofjan, dan seorang perwira lain dipanggil menghadap Panglima. Ternyata Kapten Sofjan membangkang dan malahan menyatakan “siap perang”.

Lalu saya perintahkan kepada Batalyon 424 untuk melucuti tiga kompi dari Batalyon 426 di Kudus, setelah Kapten Sofjan tetap melawan perintah untuk menyerahkan diri.

Pada tanggal 8 Desember 1951, Batalyon 424 mengepung asrama Jati kudus. Kapten Sofjan yang dikepung meminta waktu sepuluh menit untuk mengumpulkan anak buahnya, dengan janji akan taat.

Ternyata yang terjadi kebalikannya: anak buah Kapten Sofjan melepaskan tembakan dengan berbagai senapan dan terjadilah pertempuran sengit.

Juga dikutip dari Sejarah TNI, Gerakan DI/Tll Amir Fatah muncul setelah Agresi Militer Belanda II, ditandai diproklamasikannya NII di Desa Pengarasan, 28 April 1949.

Gerakan ini didukung oleh Laskar Hisbullah dan Majelis Islam (MI) yang merupakan pendukung inti gerakan, serta massa rakyat yang mayoritas terdiri dari para petani pedesaan.

Kelompok-kelompok masyarakat tersebut, memberikan dukungannya kepada DI/TII karena alasan ideologi, yaitu memperjuangkan Ideologi Islam dengan mengakui eksistensi Negara Islam Indonesia (NII).

Amir Fatah yang semula bersikap setia pada RI, berubah haluan dengan mendukung Gerakan DI/TII. Perubahan sikap tersebut disebabkan oleh beberapa alasan, diantaranya terdapat persamaan ideologi antara Amir Fatah dengan SM Kartosuwiryo, yaitu keduanya menjadi pendukung setia Ideologi Islam.

Amir Fatah dan para pendukungnya menganggap bahwa aparatur Pemerintah RI dan TNI yang bertugas di daerah Tegal-Brebes telah terpengaruh oleh “orang-orang kiri (salah satunya kaum komunis -red)”, dan mengganggu perjuangan umat Islam.

Selain itu, juga adanya pengaruh “orang-orang kiri” tersebut, Pemerintah RI dan TNI dianggap tidak menghargai perjuangan Amir Fatah dan para pendukungnya selama di daerah Tegal-Brebes, bahkan kekuasaan MI yang telah dibinanya sebelum Agresi Militer II, harus diserahkan kepada TNI di bawah Wongsoatmojo. Alasan yang terakhir, perintah penangkapan dirinya oleh Mayor Wongsoatmojo.

Pemerintah RI menempuh dua cara, dalam upaya menyelesaikan pemberontakan Dl/TII itu, yakni operasi militer dan politik. Operasi militer dilakukan dengan membentuk Komando Gerakan Banteng Nasional (GBN). Untuk cara-cara politis, pemerintah menawarkan amnesti kepada para pemberontak.

Pelaksanaan kedua cara yang ditempuh oleh pemerintah, ditambah dengan kekecewaan Amir Fatah terhadap intern organisasi DI/TII, telah berhasil memaksa Amir Fatah untuk meninjau kembali perjuangannya selama itu, dan kemudian menyerah.
Sebelumnya, di bawah kepemimpinan Amir Fatah, sampai dengan tahun akhir tahun 1950, Gerakan DI/TII mengalami perkembangan yang cukup pesat, bahkan berhasil mempengaruhi Angkatan Oemat Islam (AOI), Batalion 423 dan Batalion 426 untuk melakukan pemberontakan.

Pada akhir tahun 1951, beradar informasi bahwa adanya keterlibatan pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam organisasi Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Setelah dilakukan investigasi pihak internal, diketahui bahwa pasukan dari Batalion 423 dan Batalion 426 benar terlibat dalam DI/TII. Kedua Batalion tersebut merupakan Batalion di lingkungan Tentara Teritorium (TT) IV Diponegoro.

Adanya keterlibatan Batalion 423 dan Batalion 426 dalam DI/TII membuat pihak TT IV Diponegoro mengambil langkah berupa melakukan penangkap pada sejumlah orang di Batalion 423 dan Batalion 426 yang terlibat dalam DI/TII. Langkah ini dilakukan sebagai upaya mencegah terjadinya bentrokan di dalam kubu TNI itu sendiri.

Namun, rupanya langkah yang ditempuh mengalami sejumlah hambatan, serta tidak ada perkembangan progresif yang memuaskan. Hal ini karena dalam upaya pencegahan pemberontakan, hanya berhasil menangkap oknum tentara Batalion 423 yang telah dicurigai terlibat dalam DI/TII, salah satunya Mayor Basuno.

Sehingga dengan penangkapan tersebut membuat rencana pemberontakan Batalion 423 dapat dicegah. Sedangkan untuk Batalion 426, pihak TT IV Diponegoro tidak berhasil mencegah pemberontakan yang dilakuk. (DM/disarikan dari berbagai sumber)

KOMENTAR SEDULUR ISK :

No More Posts Available.

No more pages to load.