Kudus, isknews.com – Di tengah derasnya gelombang modernisasi dan gaya hidup instan, jamu tradisional tetap teguh berdiri sebagai warisan leluhur yang berharga. Minuman herbal khas Indonesia ini tidak hanya bertahan, tapi perlahan mulai kembali mendapatkan tempat di hati masyarakat urban, Jum’at (20/6/2025).
Dari sudut pasar tradisional hingga kedai-kedai kopi kekinian, jamu hadir dengan wajah baru tanpa kehilangan akar tradisinya. Para peracik jamu tradisional seperti Edi Susanto dan Erlinawati tetap setia menjaga resep turun-temurun. “Jamu racikan saya dari orang tua/warisan, jadi memang kualitasnya terjaga,” ungkap Edi Susanto.
Fenomena ini menunjukkan adanya semangat kolaboratif antara generasi tua dan muda. Tradisi dan inovasi berjalan berdampingan. Para akademisi dan peneliti herbal pun mulai melirik potensi jamu sebagai bagian dari pengobatan komplementer yang berbasis ilmiah.
Jamu tidak mengenal batas usia, dari balita hingga lansia, dari generasi baby boomer hingga generasi Z, jamu diterima dan dinikmati dalam bentuk dan alasan yang berbeda-beda. “Kembali lagi tergantung keluhan, contohnya kepala pusing itu jamunya ini, sakit panas jamunya ini,” ungkap Erlinawati.
Semua ini menyatu dalam semangat hidup sehat dan kembali ke alam. Jamu tradisional tetap menjadi pilihan bagi mereka yang mencari pengobatan alami dan efektif. Dengan demikian, jamu tradisional dapat terus berkembang dan menjadi bagian dari gaya hidup sehat masyarakat Indonesia. (Afif)