KUDUS, isknews.com-Musim kemarau yang berkepanjangan seperti yang terjadi sekarang ini, tidak hanya berdampak pada sektor pertanian dengan terjadi kekeringan lahan persawahan, melainkan juga pada sektor lain. Termasuk diantaranya sektor industr i kecil, seperti yang dialami perajin atau pembuat batu bata. Pada musim kemarau ini harga jual batu bata merosot, akibat menumpuknya stok yang tidak seimbang dengan banyaknya permintaan.
Memang kalau melihat sehari-hari, dalam cuaca yang panas pada musim kemarau ini, banyak kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh warga masyarakat, terutama membangun rumah tempat tinggal, yang dengan sendirinya membutuhkan banyak batu bata. Namun justru dengan banyaknya permintaan itu, para perajin batu bata membuat sebannyak-banyaknya, dengan harapan akan mendapatkan keuntungan besar. Kenyataannya yangh terjadi tidak seperti yang didambakan, tanpa disadari, kebutuhan atau permintaan konsumen batu bata, tidak seimbang, yakni lebih rendah dari besarnya produksi yang dihasilkan para perajin. Akibatnya hukum pasar pun berlaku, semakin banyak stok barang menumpuk, harga pasaran pun merosot.
Salah satu sentra pembuatan batu bata, adalah Desa Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu. Menurut Atmo (59 tahun), salah seorang perajin batu bata, yang dihubungi isknews.com, (5/8), bagi para perajin batu bata seperti dirinya, yang sudah puluhan tahun menggeluti usaha batu bata, tidak merasa terkejut dengan merosotnya harga jual batu bata. “Penurunannya memang dirasakan cukup drastis, yakni kalau pada musim penghujan, harga batu bata bisa mencapai Rp 700 – 750 ribu per 1000 biji, bahkan bisa mencapai Rp 800 ribu per 1000 , sekarang ini harganya hanya Rp 650 ribu per 1000 biji.”
Lantas apakah dengan harga juak sebesar itu, perajin masih mendapatkan untung? Mengenai hal itu, Atmo yang sehari-hari dibantu 3 orang tukang, dan memiliki gudang 3 unit itu, menjelaskan keuntungan tetap ada, tetapi sangat mepet. Dari mulai pembelian bahan baku berupa tanah liat, dengan harga Rp 250 ribu, untuk kebutuhan setiap kebutuhan 1000 batu bata. Setelah melaui proses pembakaran, yang beayanya sekitar 100 ribu, batu bata yang sudah jadi pun siap dijual, dengan harga Rp 400 ribu per 1000 biji, harga itu berlaku saat batu bata masih di gudang. Kalau barang sudah keluar dari gudang, maka ditambah dengan ongkos angkut dan kuli bongkar muat, yang besarnya total berkisar Rp 250-300 ribu.
“Keuntungan pengusaha memang tidak seberapa, yang penting masih bisa bertahan,” ujar Atmo, seraya menambahkan, untuk mendapatkan bahan baku tanah liat, harus membeli di Mayong, Kabupaten Jepara.(DM)