Kudus, isknews.com – Tradisi Parade Sewu Kupat yang rutin digelar tiap usai Lebaran Kupat di kawasan Muria, Kudus, kembali berlangsung meriah tahun ini. Ribuan kupat (ketupat) dan lepet yang dibawa warga berjejer rapi dalam prosesi kirab budaya yang melibatkan lintas generasi dari berbagai desa di lereng Gunung Muria.
Bupati Kudus, Sam’ani Intakoris, yang turut hadir dalam prosesi menyebut Parade Sewu Kupat sebagai warisan budaya yang memiliki nilai spiritual dan potensi wisata luar biasa. Ia berkomitmen mendorong tradisi ini agar bisa tercatat di Museum Rekor Indonesia (MURI) pada tahun 2026 mendatang.
“Karena ini adalah destinasi yang baik untuk pariwisata di Kepala Negeri. Rencananya, tahun 2026 kita siapkan pencatatan ke Rekor MURI bersama Ibu Bellinda. Tradisi seperti ini tidak hanya ada di Kudus, tapi juga di Jepara, Rembang, dan Pati. Bagaimana nanti kita bisa menarik orang dari kota lain untuk datang ke sini, berwisata ke Kudus,” ujar Sam’ani, Senin (7/4/2025).
Ia menekankan bahwa Sewu Kupat merupakan tradisi unik yang hanya ada di Kudus, dan layak dilindungi sebagai kekayaan budaya lokal. “Rasanya ini penting kita catatkan. Kita akan koordinasi apakah layak masuk Rekor MURI. Kalau bisa, ya kita dorong sebagai hak kekayaan budaya,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Sam’ani mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan perwujudan dari penghormatan terhadap warisan adiluhung leluhur, terutama Sunan Muria. “Kupat dan lepet sudah lama dibawakan ke sini. Kita kemas menjadi parade agar bisa menarik wisatawan sekaligus melestarikan kearifan lokal,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI yang juga mantan Bupati Kudus sekaligus pencetus Parade Sewu Kupat di Taman Aneka Ria Colo, HM Musthofa, menyampaikan filosofi luhur di balik tradisi ini.
“Dari Desa Wukupat ini, kita ingin menegaskan bahwa Kudus adalah kota religius, kota agamis. Sewu Kupat ini menjadi momentum saling memaafkan, juga bentuk penghormatan kepada Kanjeng Sunan Muria,” katanya.
Musthofa menambahkan bahwa tradisi ini tidak hanya soal budaya makan ketupat bersama, tetapi juga upaya menanamkan nilai-nilai kesantunan dan etika bagi generasi muda.
“Kesuksesan tidak cukup hanya dari kecerdasan dan pendidikan. Tapi juga kesantunan dan sikap yang baik. Ini yang ingin kita tanamkan sebagai fondasi membangun Kudus ke depan,” tuturnya.
Menindaklanjuti gagasan Bupati dan Wakil Bupati Kudus, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kudus menyatakan kesiapan untuk menyusun konsep pendaftaran Parade Sewu Kupat ke Rekor MURI.
Kepala Disbudpar Kudus, Mutrikah, menyampaikan pihaknya akan melakukan komunikasi dengan masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan untuk merealisasikan pencatatan rekor tersebut.
“Kami akan komunikasikan dengan masyarakat dan stakeholder terkait. Pertama kami susun dulu konsepnya, lalu kami koordinasikan lebih lanjut,” ujarnya.
Menurut Mutrikah, daya tarik Parade Sewu Kupat tak hanya terletak pada budaya kirab kupat dan hasil bumi, tetapi juga pada kekayaan alam dan suasana khas kawasan Gunung Muria.
“Kami membayangkan kupat dan lepet bisa ditata rapi sepanjang jalan dari arah makam Sunan Muria menuju ke Taman Aneka Ria. Ditambah dengan panorama Gunung Muria, ini akan menjadi atraksi budaya yang sangat khas dan tidak ditemukan di daerah lain,” tandasnya. (YM/YM)