Kudus, isknews.com – Masalah perceraian dalam rumah tangga adalah hal yang kerap terjadi di masyarakat, bukan hanya terjadi di kalangan artis tetapi juga di kalangan masyarakat biasa. Masalah perceraian seharusnya menjadi masalah yang serius dalam sebuah rumah tangga, ini tidak boleh diremehkan. Dampak dari perceraian bukan hanya melibatkan kedua belah pihak, suami dan istri, tetapi juga anak-anak dan keluarga. Nah, berikut ini adalah beberapa penyebab umum terjadinya perceraian dalam sebuah keluarga yang merupakan rekam data yang di peroleh dari Kantor Pengadilan Agama Kudus.
Sebagai lembaga peradilan yang melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman (yudikatif) dalam wilayah hukum Kabupaten Kudus. Pengadilan Agama memiliki Kompetensi Peradilan Agama diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, salah satunya yakni dibidang :Perkawinan, yang juga didalamnya mencakup Pembatalan perkawinan, Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau istri, Perceraian karena talak, Gugatan perceraian dan sebagainya.
Khusus mengenai angka perceraian di Kudus terhitung memasuki semester 2 tahun 2015 ini, menurut Ketua Pengadilan Negeri Kudus, H. Heri Sutanto, S.H., M.H. melalui juru bicaranya Badarudin yang juga Wakil panitera Pengadilan agama Kabupaten Kudus ketika di temui di kantornya (2/9) menjelaskan “Rata-rata terbanyak adalah karena tidak ada keharmonisan, yang diwarnai perelisihan dan pertengkaran, disusul masalah karena tidak ada tanggung jawab dan meninggalkan kewajiban sedangkan factor ketiga adalah karena masalah ekonomi” jelasnya.
“Sebagai contoh dari 63 kasus perceraian di bulan Juli, 27 kasus adalah bermuara pada ketidak harmonisan, masalah ekonomi 13 kasus dan masalah tidak ada tanggung jawab juga 13 kasus. Sedangkan masalah kecemburuan hanya 5 kasus.” Tambahnya.
Ketika media ini menanyakan adakah dalam kasus perkara perceraian ini setelah melalui mediasi sehingga tidak jadi bercerai? Badarudin menjelaskan “ Karena tidak semua perkara di mediasi, jadi perkara yang dimediasi adalah hanya perkara dimana di hadiri oleh para pihak, kalau di laporan semester sebelumnya ada, Bulan Maret dari 33 yang di mediasi 2 berhasil membatalkan gugatan cerainya, Bulan april dari 34 kasus yang berhasil 1 kasus, Bulan Juni yang masuk 79 kasus termasuk perkara permohonan yang masuk pada mediasi sebanyak 28 hanya 1 yang berhasil di mediasi, Bulan Juli kasus yang masuk mediasi 17 semuanya tidak berhasil dari total 77 perkara. sebagai catatan kasus mediasi bukan berarti kasus yang masuk, tetapi kasus yang sudah dilakukan persidangan pada tingkat pertama dan para pihak itu hadir”. Jelasnya.
Di Bulan Agustus Angka kasus perceraian merupakan angka terbesar yaitu sebesar 150 Kasus, Sudah menjadi trend seluruh Pengadilan Agama di negeri ini setelah hari raya terjadi kenaikan yang tajam terkait kasus perceraian, Hal ini menurut Badarudin karena mungkin setelah mudik dan mereka membicarakan kepada keluarga, sehingga keluarga merestui untuk saling berpisah, kebanyakan latar belakang terbesar adalah karena factor ekonomi..
Ditanya apakah ada kasus perceraian yang diakibatkan oleh perbedaan keyakinan, Badarudin menjelaskan bahwa sejauh ini tidak di temui kasus dengan perkara tersebut.