Malang, iskenews.com – Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, mulai menapaki langkah baru menuju kemandirian kesehatan masyarakat melalui program penanaman tanaman obat keluarga (TOGA). Program ini menjadi bagian dari upaya pemberdayaan warga dengan memanfaatkan tanaman berkhasiat sebagai alternatif pengobatan tradisional yang ekonomis dan ramah lingkungan.
Menjawab tantangan tingginya biaya pengobatan modern, warga kini dikenalkan pada potensi tanaman obat sebagai solusi kesehatan keluarga yang terjangkau. Melalui serangkaian kegiatan edukatif dan praktis, masyarakat dibekali pengetahuan tentang jenis-jenis tanaman obat seperti jahe, kunyit, dan sereh, berikut teknik budidaya dan pengolahannya.
“Program Satu Rumah Satu TOGA sangat bagus karena langsung bisa kami praktikkan di rumah. Tidak butuh lahan luas, cukup pakai pot atau polybag di halaman. Saya sendiri sudah tanam sereh dan jahe. Selain buat masakan, bisa juga untuk pengobatan ringan,” ungkap Rahayu, anggota PKK Desa Ngenep, Minggu (27/7/2025).
Program ini merupakan bagian dari kegiatan pengabdian masyarakat oleh mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Kegiatan diawali dengan sosialisasi tentang manfaat kesehatan tanaman rimpang, teknik budidaya, hingga cara memilih bibit unggul.
Sosialisasi dilakukan secara partisipatif, diikuti dengan pelatihan praktik menanam menggunakan media pekarangan dan polybag.
Salah satu mahasiswa KKN, Adinda Rahmalia, menyebut bahwa program ini merupakan penerapan ilmu yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat.
“Kami melihat bahwa banyak keluarga yang belum menyadari potensi tanaman obat yang bisa ditanam sendiri di rumah. Melalui program ini, kami ingin mengedukasi masyarakat bahwa tanaman seperti jahe, kunyit, dan sereh bukan hanya sekadar bumbu dapur, tapi juga punya nilai kesehatan dan ekonomi,” ujarnya.
Salah satu inovasi yang dikembangkan adalah gerakan “Satu Rumah, Satu TOGA”, yang mengajak setiap keluarga menanam minimal satu jenis tanaman obat di halaman rumah. Gagasan ini dilengkapi dengan pemberian paket bibit, media tanam, serta panduan perawatan, agar mudah diaplikasikan masyarakat secara luas.
“Manfaat program ini tidak hanya dirasakan dari sisi kesehatan keluarga, tetapi juga berdampak pada pelestarian lingkungan dan budaya lokal,” tambahnya.
Dirincinya, penanaman TOGA berkontribusi pada penghijauan dan keanekaragaman hayati, sekaligus melestarikan warisan pemanfaatan tanaman herbal yang telah turun-temurun digunakan masyarakat Indonesia.
‘Kegiatan ini turut mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya SDG 3 tentang Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan. Dengan mendorong penggunaan tanaman obat sebagai alternatif perawatan awal, program ini memperluas akses masyarakat terhadap praktik kesehatan yang terjangkau, alami, dan preventif,” rincinya.
Tak hanya itu, menurut dia kegiatan ini juga sejalan dengan SDG 12 tentang Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab, karena mengajak masyarakat untuk mengelola sumber daya secara bijak, meminimalkan ketergantungan pada obat-obatan kimia, serta mengembangkan kebiasaan menanam dan menggunakan hasil pekarangan secara berkelanjutan.
“Melalui pendekatan edukatif dan partisipatif, program ini diharapkan mampu membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan secara mandiri, serta mendorong pola hidup berkelanjutan yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomi,” tandas dia. (YM/YM)










