Kudus, isknews.com – Sejumlah warga yang merupakan pelanggan listrik di wilayah Kabupaten Kudus mengadu ke markas wartawan Kudus, yakni di Sekretariat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kudus.
Kedatangan mereka pada Kamis (8/5/2025) siang lantaran tidak tahu lagi ke mana harus mengadukan nasib mereka setelah meteran listrik di rumah masing-masing dicabut secara sepihak oleh oknum petugas PLN.
Mereka merasa sangat dirugikan dengan tindakan pencabutan mendadak tersebut, yang dilakukan tanpa surat pemberitahuan maupun surat tugas yang resmi. Sebagian besar dari mereka juga mengaku telah membayar tagihan listrik tepat waktu setiap bulannya.
Warga mengaku pencabutan dan penggantian meteran listrik konvensional menjadi prabayar oleh pihak PLN Kudus tersebut tanpa prosedur pemberitahuan resmi sebelum alat listrik di rumah mereka diganti. Mereka mempertanyakan kejelasan prosedur yang dijalankan oleh petugas di lapangan dan menilai tindakan tersebut berpotensi maladministrasi.
Sedikitnya 10 warga dari berbagai wilayah di Kabupaten Kudus mendatangi Kantor PLN UP3 Kudus, Kamis (8/5/2025), guna meminta klarifikasi. Mereka merasa diperlakukan secara sepihak karena penggantian dilakukan tanpa pemberitahuan maupun surat tugas yang sah.
Salah satunya, Agus Purnomo, warga Desa Pladen, Kecamatan Jekulo, menyebut petugas datang ke rumahnya pada Rabu (7/5) siang. Tanpa penjelasan panjang lebar, meteran listrik rumahnya langsung dicabut dan diganti dengan meteran token.
“Sekitar pukul 13.45 WIB, ada sembilan orang datang. Mereka mengaku dari PLN tapi tidak menunjukkan surat tugas. Alasan mereka, saya sering telat bayar listrik. Padahal saya selalu bayar tanggal 1 setiap bulan via DANA,” ujar Agus, kesal.
Ia tidak keberatan jika PLN ingin mengganti sistem ke prabayar. Namun, menurutnya, etika dan prosedur resmi harus tetap ditegakkan.
“Harusnya ada pemberitahuan tertulis, minimal izin secara sopan. Ini seperti penggerebekan saja,” tegasnya.
Kejadian serupa dialami Sarminah, warga Desa Peganjaran, Kecamatan Bae. Ia mendapati listrik di rumahnya padam secara tiba-tiba. Saat dicek, meterannya sudah tidak ada di tempat.
“Saya kaget karena rumah jadi gelap total. Waktu saya tanya ke PLN, katanya saya belum bayar. Padahal sudah saya lunasi sebelumnya,” kata Sarminah.
Ia pun diminta untuk membayar lagi agar bisa kembali menikmati listrik, meski merasa telah melakukan kewajibannya. “Seakan-akan saya bayar dua kali untuk bulan yang sama,” keluhnya.
Hingga Kamis sore, Sarminah menyebut listrik di rumahnya masih belum menyala meski sudah berganti ke sistem prabayar.
Menanggapi laporan ini, Manajer PLN ULP Kudus Kota, Rahmat Taupik menyatakan pihaknya akan menelusuri dugaan pelanggaran prosedur tersebut. Ia menegaskan bahwa setiap keluhan akan diverifikasi lebih lanjut baik dari sisi pelanggan maupun petugas.
“Kami akan lakukan penelusuran. Verifikasi pelanggan dan verifikasi petugas akan kami jalankan, dan akan kami sampaikan klarifikasi resmi,” ujarnya saat dihubungi.
Taupik juga menambahkan, sistem di PLN sejatinya terhubung secara otomatis. Jika pelanggan sudah membayar tagihan, pemutusan semestinya tidak akan dilakukan.
“Sesuai SOP kami, tidak ada pemutusan listrik kalau pelanggan membayar tepat waktu sebelum tanggal 21 setiap bulannya,” jelasnya.
Meski begitu, pihak PLN tidak menutup kemungkinan adanya kekeliruan teknis atau pelanggaran prosedural di lapangan. Ia menyatakan PLN tetap berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara terbuka dan transparan.
Keluhan ini membuka diskursus lebih luas soal pentingnya transparansi dalam pelayanan publik, terutama layanan vital seperti listrik. Penggantian sistem prabayar sejatinya bisa dilakukan, namun komunikasi dan kepastian hukum terhadap warga tak boleh diabaikan. (YM/YM)