Kudus, isknews.com – Rangkaian peringatan Hari Jadi Kota Kudus yang ke-475 dimeriahkan oleh pagelaran wayang kulit di Balai Jagong Wergu Wetan, Kudus. Pagelaran ini menampilkan tiga dalang muda dari kota kretek, Selasa (17/09/2024) malam.
Ketiganya dalang tersebut yakni, Ki Agung Prabowo, Ki Bayu Kusuma Aji, dan Ki Tetuko Timur Nugroho, yang sukses memikat perhatian ratusan masyarakat yang hadir. Dalam acara ini, mereka bergantian membawakan lakon ‘Parikesit Jumeneng Ratu’ yang sarat makna sejarah dan moral.
Pagelaran yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kudus ini bukan sekadar tontonan hiburan. Kepala Disbudpar Kudus, Mutrikah, menekankan bahwa acara ini merupakan salah satu bentuk upaya melestarikan warisan budaya yang telah diwariskan oleh leluhur.
“Wayang kulit ini mengandung nilai-nilai luhur, baik dari segi moral, spiritual, maupun sosial. Melalui pagelaran ini, kita ingin menunjukkan bahwa budaya tradisional tetap relevan dan penting dalam kehidupan modern,” kata Mutrikah dalam sambutannya.
Lakon ‘Parikesit Jumeneng Ratu’ yang dibawakan oleh para dalang muda tersebut menceritakan tentang perjuangan Parikesit, seorang pemimpin yang bijaksana dan berani dalam memajukan kerajaannya. Menurut Mutrikah, lakon ini menjadi simbol tanggung jawab seorang pemimpin dalam menjaga dan memajukan negeri.
“Ini adalah refleksi bagaimana seorang pemimpin harus bijaksana, berani, dan bertanggung jawab. Kisah ini sangat relevan dengan perjalanan sejarah dan perkembangan Kota Kudus,” jelasnya.
Acara ini mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat yang antusias menyaksikan setiap adegan dalam pertunjukan. Wayang kulit, sebagai seni yang memadukan unsur visual dan narasi, masih tetap digemari oleh masyarakat Kudus, terutama generasi tua. Menariknya, banyak pula generasi muda yang turut hadir, menunjukkan bahwa minat terhadap seni tradisional ini masih cukup tinggi.
Di usia Kudus yang telah mencapai 475 tahun, Disbudpar berharap kegiatan budaya seperti pagelaran wayang kulit ini dapat terus digalakkan. Pagelaran ini tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai alat edukasi bagi generasi muda untuk mengenal lebih dalam sejarah dan nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita wayang kulit.
“Kami ingin agar masyarakat, terutama generasi muda, semakin mencintai budaya lokal dan tidak melupakan akar tradisi yang kita miliki,” lanjut Mutrikah.
Selain sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur, melestarikan budaya lokal juga menjadi cara memperkuat identitas masyarakat Kudus. Pagelaran ini mengingatkan akan pentingnya budaya dalam menciptakan harmonisasi antara kemajuan zaman dan warisan leluhur.
“Dengan menjaga budaya dan tradisi, kita turut membangun masa depan yang lebih baik, berlandaskan pada nilai-nilai luhur yang kita junjung tinggi,” tambahnya.
Rangkaian peringatan Hari Jadi Kudus ke-475 ini tidak hanya dimeriahkan oleh pagelaran wayang kulit, tetapi juga berbagai acara budaya lainnya. (YM/YM)