Polemik Tanah Wakaf Ponpes Al Chalimi, 8 Akun Medsos Dilaporkan ke Polisi

oleh -791 kali dibaca
Foto: Solikhin, Kuasa hukum ahli waris KH Chalimi. (Aris Sofiyanto/ISKNEWS.COM)

Kudus, isknews.com – Polemik terkait tanah wakaf Pondok Pesantren (Ponpes) Al Chalimi terus berlanjut. Kuasa hukum ahli waris KH Chalimi mengambil langkah hukum dengan melaporkan delapan akun media sosial ke Polres Kudus.

Laporan tersebut menyangkut dugaan pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong, dan provokasi yang dinilai memperkeruh suasana.

Pelaporan ke pihak kepolisian dilakukan pada Selasa (26/11/2024), dengan mengacu pada Pasal 27, Pasal 28 Ayat 3, dan Pasal 45 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Delapan akun media sosial di TikTok, Facebook, dan Instagram telah kami laporkan karena unggahan-unggahan mereka melanggar UU ITE. Mereka menyebarkan informasi yang tidak benar dan memprovokasi publik terkait polemik tanah wakaf Ponpes Al Chalimi,” kata Solikhin, salah satu kuasa hukum ahli waris kepada wartawan,

Akun-akun yang dilaporkan meliputi TikTok: @gusjigang2112, Instagram: @lampu.aklirik.kudus dan Facebook: Dayat Cha Bulung, TikTok: @zaenalar5256, TikTok: @machdafbabyandkids, TikTok: chacha.92 dan Instagram: @cinta.merpati.737,

Kemudian TikTok: @ctvonlinespesialist, TikTok: @suara.santri90 serta TikTok: @mimiraf123 dan Facebook: Uswah Allubabah

Adapun beberapa pelanggaran yang dituduhkan meliputi, Pertama, Penyebaran Berita Bohong dengan tudingan kriminalisasi terhadap kiai dan ustaz. Kedua, Provokasi Aksi Massa dengan mengajak demonstrasi dengan melibatkan santri dari berbagai daerah untuk menghambat proses hukum.

Ketiga, Pencemaran Nama Baik, yakni narasi keliru mengenai sejarah pendirian pesantren, pewakaf, dan posisi Saudara Ahmadi sebagai pengasuh.

Keempat Manipulasi Informasi, menyebut tanah wakaf diminta kembali oleh ahli waris, yang menurut kuasa hukum tidak sesuai fakta.

Kelima, Penggiringan Opini Publik melalui propaganda untuk melemahkan penegakan hukum dan memengaruhi opini masyarakat.

“Fakta sebenarnya, pewakaf tanah tersebut masih hidup hingga kini. Tanah itu bukan diwakafkan oleh KH Chalimi, karena beliau wafat pada 1989, sementara pesantren berdiri pada 2002. Narasi yang disebarkan akun-akun tersebut sangat menyesatkan publik,” tegas Solikhin.

Kuasa hukum juga menyampaikan bahwa laporan ini bukan satu-satunya. Beberapa kasus lain, seperti eksploitasi anak, pencurian, dan penggelapan jabatan, telah dilaporkan dan sedang dalam proses penyidikan di Kejaksaan Negeri Kudus.

“Saat ini, kasus eksploitasi anak telah menetapkan tersangka. Ada juga laporan lain sebelumnya yang sudah naik ke tahap penyidikan dengan sekitar 15 saksi diperiksa. Kami berharap aparat penegak hukum dapat menyelesaikan kasus ini secara adil dan tegas,” pungkas Solikhin.

Kasus ini menunjukkan kompleksitas sengketa tanah wakaf yang melibatkan berbagai pihak, termasuk keluarga ahli waris dan pengelola Ponpes. Proses hukum yang berjalan diharapkan mampu memberikan kejelasan atas polemik ini. (AS/YM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :