Kudus, isknews.com – Tembakau adalah jenis komoditi yang dikenakan cukai oleh negara. Penerapan cukai terhadap tembakau sudah dilaksanakan pada zaman kerajaan di Indonesia. Indonesia menyumbang 2,1% dari persediaan tembakau di seluruh dunia. Industri Hasil Tembakau berkontribusi bagi penerimaan negara melalui cukai. Dari sisi penerimaan negara berupa devisa, nilai ekspor tembakau dan hasil tembakau juga memegang peranan yang cukup penting.
Industri Hasil Tembakau memiliki sumbangan yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja juga sebagai salah satu objek yang dapat dijadikan sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang berkaitan dengan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau. Namun, ada tekanan dari luar untuk meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control yang tidak lain adalah untuk mengendalikan dampak negatif dari rokok ditinjau dari segi kesehatannya.
Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan Roadmap Industri Hasil Tembakau 2007- 2020 dengan visi untuk mewujudkan Industri Hasil Tembakau yang kuat dan berdaya saing di pasar dalam negeri dan global dengan tidak mengenyampingkan aspek kesehatan. Disamping Roadmap Industri Hasil Tembakau 2007-2020 Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau untuk meningkatkan penerimaan negara dalambentuk cukai.
Kebijakan pemerintah tersebut dinamakan kebijakan tarif tunggal (single tariff policy) yang memberatkan industri hasil tembakau sedangkan penerimaan negara dapat ditingkatkan. Kebijakan single tariff tersebut menyulitkan Industri Hasil Tembakau yang ada di Kabupaten Kudus karena merupakan industri skala kecil dan menengah. Sudah pasti tidak adil bagi daerah Kabupaten Kudus yang industrinya sebagaian besar merupakan skala kecil dan menengah yang rentan terhadap perubahan harga. Dengan adanya perubahan harga maka konsumen rokok pada industri kecil dan menengah akan mencari substitusi produk. Beberapa aktifis peduli kretek menyatakan perlu adanya kajian terhadap penerapan single tariff dan kebijakan yang berdasarkan pada pendapatan negara.
Dengan cara mengimbangi antara tujuan meningkatkan pendapatan negara dengan kepentingan masyarakat, pemerintah daerah, dan industri hasil tembakau itu sendiri; sebaiknya pemerintah daerah melakukan upaya-upaya yang bertujuan untuk memperbaiki iklim usaha dengan cara mengurangi transaction cost yang ditimbulkan oleh peraturan daerah dan memperbaiki infrastruktur investasi di Kabupaten Kudus; dan melakukan peninjauan ulang terhadap alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang diterima oleh Pemerintah Daerah dengan mempertimbangkan dampak yang diterima oleh lingkungan daerah Industri Hasil Tembakau itu sendiri, juga diperlukan studi lebih lanjut untuk mendapatkan besaran atau porsi yang baik dalam menentukan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang lebih adil bagi Kabupaten Kudus meskipun Kudus merupakan penerima Program DBHCHT dengan nilai teringgi di Indonesia, tapi secara hitung-hitungan ekonoomis masih terasa kurang proporsional. (YM)