Sebagai Kabupaten Dengan jumlah IHT Terbesar, Alokasi DBHCHT Untuk Kabupaten Kudus Kurang Proporsional

oleh -1,077 kali dibaca

Kudus, isknews.com – Tembakau  adalah  jenis  komoditi  yang  dikenakan  cukai  oleh  negara. Penerapan  cukai  terhadap  tembakau  sudah  dilaksanakan  pada  zaman  kerajaan  di Indonesia. Indonesia menyumbang 2,1% dari persediaan tembakau di seluruh dunia. Industri  Hasil Tembakau berkontribusi bagi penerimaan negara melalui  cukai.  Dari sisi penerimaan negara berupa devisa, nilai ekspor tembakau dan hasil tembakau juga memegang  peranan  yang  cukup  penting.

Industri  Hasil  Tembakau  memiliki sumbangan  yang  besar  terhadap  penyerapan  tenaga  kerja  juga  sebagai  salah  satu objek  yang  dapat  dijadikan  sumber  penerimaan  Pendapatan  Asli  Daerah  yang berkaitan dengan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau. Namun, ada tekanan dari luar untuk meratifikasi  Framework Convention on Tobacco Control yang  tidak lain  adalah untuk mengendalikan dampak  negatif  dari rokok  ditinjau  dari  segi  kesehatannya.

Oleh  karena  itu,  pemerintah  mengeluarkan Roadmap  Industri  Hasil  Tembakau  2007- 2020  dengan  visi  untuk  mewujudkan Industri  Hasil  Tembakau  yang  kuat  dan  berdaya  saing  di  pasar  dalam  negeri  dan global  dengan  tidak  mengenyampingkan  aspek  kesehatan.  Disamping  Roadmap  Industri  Hasil  Tembakau  2007-2020  Pemerintah  juga  mengeluarkan  Peraturan Menteri  Keuangan  No.  181/PMK.011/2009  tentang  Tarif  Cukai  Hasil  Tembakau untuk meningkatkan penerimaan negara dalambentuk cukai.

Kebijakan pemerintah tersebut dinamakan kebijakan tarif tunggal (single tariff policy)  yang  memberatkan  industri  hasil  tembakau  sedangkan  penerimaan  negara dapat  ditingkatkan.  Kebijakan  single  tariff  tersebut  menyulitkan  Industri  Hasil Tembakau  yang  ada  di  Kabupaten Kudus  karena  merupakan  industri  skala  kecil  dan menengah.  Sudah  pasti  tidak  adil  bagi  daerah  Kabupaten Kudus  yang  industrinya  sebagaian besar merupakan skala kecil dan menengah yang rentan terhadap perubahan harga. Dengan adanya  perubahan  harga  maka  konsumen  rokok  pada  industri  kecil  dan  menengah akan mencari substitusi produk. Beberapa aktifis peduli kretek menyatakan perlu  adanya  kajian  terhadap penerapan  single  tariff dan  kebijakan  yang  berdasarkan  pada  pendapatan  negara.

Dengan  cara  mengimbangi  antara  tujuan  meningkatkan  pendapatan  negara  dengan kepentingan masyarakat, pemerintah daerah, dan industri hasil tembakau itu sendiri; sebaiknya  pemerintah  daerah  melakukan  upaya-upaya  yang  bertujuan  untuk memperbaiki iklim usaha dengan cara mengurangi transaction cost yang ditimbulkan oleh peraturan daerah dan memperbaiki infrastruktur investasi di Kabupaten Kudus; dan melakukan  peninjauan  ulang  terhadap  alokasi  Dana  Bagi  Hasil  Cukai  Hasil Tembakau  yang  diterima  oleh  Pemerintah  Daerah  dengan  mempertimbangkan dampak yang diterima oleh lingkungan daerah Industri Hasil Tembakau itu sendiri, juga diperlukan studi lebih lanjut untuk mendapatkan besaran  atau porsi  yang  baik dalam  menentukan  Dana  Bagi  Hasil  Cukai  Hasil  Tembakau  yang  lebih  adil  bagi Kabupaten Kudus meskipun Kudus merupakan penerima Program DBHCHT dengan nilai teringgi di Indonesia, tapi secara hitung-hitungan ekonoomis masih terasa kurang proporsional. (YM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :