Isknews.com – Beberapa hari yang lalu Turbulensi menjadi perbincangan hangat saat insiden mengenai pesawat Etihad Airways EY-474 jurusan Abu Dhabi – Jakarta itu mengalami guncangan yang disebabkan adanya fenomena Turbulensi, dimana pada saat itu pesawat yang mengangkut sebanyak 202 orang sedikitnya 31 penumpang mengalami luka ringan hingga patah tulang Rabu, (04/05) kemarin.
Sebagaimana yang dilansir dari Badan Meteorogi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melalui akun twitter resminya Fenomena Turbulensi merupakan fenomena aliran udara yang bervariasi pada jarak yang pendek. Fenomena di atmosfer ini terjadi akibat perbedaan/ketidakteraturan kondisi suhu dan tekanan.
Fenomena skala kecil ini memiliki ukuran puluhan hingga ratusan meter, dengan waktu detik hingga beberapa menit, tetapi dapat berulang pada tempat yang sama atau daerah sekitarnya. Fenomena ini sangat sulit dideteksi oleh peralatan pengamatan konvensional, model cuaca ataupun satelit.
Kejadian turbulensi terparah terjadi pada penerbangan United Airlines 826 dari Bandara Narita Jepang – Honolulu tahun 1997. Seorang penumpang wanita meninggal, serta 19 penumpang dan kru pesawat mengalami keretakan tulang belakang dan leher. Di Indonesia sendiri pernah tercatat turbulensi tingkat sedang pada ketinggian 34.000 – 39.000 feet diantara laut utara Pulau Jawa dan Pulau Kalimantan di tahun 2007. Sebagian besar penerbangan pada jalur tersebut meminta untuk pindah jalur penerbangan lain.
Fenomena turbulensi ini terjadi pada daerah konvektif dan pada daerah cuaca cerah. Pada umumnya turbulensi akibat awan konvektif mampu diantisipasi oleh pilot karena pesawat akan berusaha menghindari awan CB yang terdeteksi oleh radar di kokpit. Sedangkan untuk turbulensi pada area cuaca cerah seperti akibat mountain wave dan daerah vicinity/dekat awan CB, baik yang sedang tumbuh maupun tingkat matang, umumnya kurang diantisipasi karena radar di kokpit kurang sensitive (karena minimnya jumlah partikel uap air di atmosfer).
Turbulensi terjadi adanya penumpukan uap air yang mengakibatkan atmosfer atau udara menjadi sheer vertikal dengan ketinggian mencapai kurang lebih 10 km dengan ketinggian bisa mencapai 37000 feet, dari hal tersebut mengakibatkan pesawat mengalami guncangan yang begitu dahsyat.(SM/red)