Makna dan Tradisi Rebo Wekasan dalam Perspektif Budaya Jawa dan Islam

oleh -973 kali dibaca
Mohammad Bahauddin, M.Hum

Kudus, isknews.com – Rebo Wekasan adalah sebuah tradisi yang memiliki makna mendalam bagi masyarakat Jawa, terutama dalam konteks keagamaan. Secara etimologis, istilah “Rebo Wekasan” berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu “Rebo” yang berarti hari Rabu, dan “Wekasan” yang berarti akhir atau yang paling akhir. Dengan demikian, Rebo Wekasan diartikan sebagai hari Rabu terakhir dalam bulan Safar, bulan kedua dalam kalender Hijriyah.

Demikian dikataknan Dosen IAIN Kudus, Mohammad Bahauddin, M.Hum dalam keterangannya kepada isknews.com, Selasa (3/9/2024).

Makna Rebo Wekasan tidak hanya terbatas pada pengertian hari terakhir di bulan Safar, tetapi juga mengandung nilai kepercayaan yang kuat di kalangan masyarakat. Menurut beberapa sumber klasik Islam, seperti kitab Kanzun al-Najah karya Syekh Abd al-Hamid al-Qudsi, pada hari tersebut Allah SWT dikatakan menurunkan sebanyak 320.000 macam bala atau bencana. Kepercayaan ini menjadikan Rebo Wekasan sebagai hari yang dianggap penuh dengan malapetaka dan kesialan, sehingga masyarakat melakukan berbagai ritual keagamaan untuk menolak bala tersebut.

Tradisi Rebo Wekasan meliputi beberapa ritual, di antaranya adalah Salat Tolak Bala, berdoa dengan doa-doa khusus, minum air yang sudah diberi doa (air jimat), serta selametan, sedekah, dan silaturrahim. Ritual-ritual ini dilakukan dengan tujuan untuk memohon perlindungan dari Allah SWT agar terhindar dari bencana yang diyakini turun pada hari tersebut.

Di berbagai daerah, tradisi ini dikenal dengan berbagai nama, seperti Rebo Kasan atau Rebo Pungkasan di Jawa Tengah dan Jawa Barat, serta Rebbu Bhekkasan di Madura. Meskipun berbeda nama, esensi dari tradisi ini tetap sama, yaitu hari Rabu terakhir di bulan Safar dianggap sebagai hari yang penuh dengan bala, sehingga perlu dilakukan ritual untuk menolak segala bentuk bencana.

Sebagian masyarakat bahkan mengaitkan hari Rebo Wekasan dengan peristiwa sejarah yang dianggap sakral, seperti hari sakit dan wafatnya Nabi Muhammad SAW, yang dipercaya terjadi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar. Hal ini memperkuat keyakinan bahwa Rebo Wekasan adalah hari yang penuh dengan kesedihan dan kemalangan.

Meskipun begitu, terdapat juga pandangan lain yang mencoba memberikan makna positif pada hari Rebo Wekasan. Misalnya, ada yang berpendapat bahwa istilah “Kasan” dalam Rebo Kasan berasal dari kata Arab “Hasan” yang berarti baik. Pendapat ini muncul sebagai upaya untuk mengurangi kecemasan masyarakat terhadap hari tersebut dengan memberikan sugesti positif bahwa Rebo Wekasan bukanlah hari yang sepenuhnya buruk.

Secara historis, tradisi Rebo Wekasan sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat muslim di beberapa daerah di Jawa. Meskipun asal-usul tradisi ini masih diperdebatkan, dan tidak ada yang dapat memastikan dari mana tradisi ini berasal, namun pengaruhnya sangat kuat dan masih dilestarikan hingga saat ini.

Dengan demikian, Rebo Wekasan bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga merupakan bentuk ekspresi keagamaan dan kultural yang mencerminkan kepercayaan masyarakat terhadap hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan. Ritual-ritual yang dilakukan pada hari tersebut menjadi sarana bagi masyarakat untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan memohon keselamatan dari segala bentuk bencana yang mungkin terjadi. (AS/YM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :