Kudus, isknews.com – Progres penyidikan para tersangka kasus penimbunan dan penyelewengan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar subsidi yang melibatkan seorang Aparat Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Kudus masih dalam penanganan pihak penyidik Polres Kudus.
Kasat Reskrim Polres Kudus AKP Danang Sri Wiratno mengatakan, pihaknya saat ini tengah meminta keterangan ahli terhadap kasus tersebut sebagai bahan kelengkapan dan pelimpahan berkas ke Kejaksaan Negeri Kudus yang ditargetkan berkas dinyatakan P21 pada awal November nanti.
“Kami sedang meminta keterangan dari ahli untuk menyempurnakan berkas sangkaan terkait dengan tindakan oknum ASN di Kudus. Guna memastikan tindakannya membeli BBM, mengangkut sekaligus menjualnya termasuk pelanggaran seperti apa nanti, ” tambahnya.
Pihaknya juga bergerak cepat dalam kelengkapan berkas perkara untuk diserahkan ke Kejaksaan Negeri Kudus. Batas waktunya adalah bulan November.
“Kami sudah meminta keterangan ahli, kelengkapan berkas kami targetkan November lengkap. Itu sesuai dengan batas waktu penahanan tersangka, ” Ungkapnya.
Saat ini, kata dia, tersangka ASN berinisial AW, 42 dan AR, 28 tengah ditahan di Polres Kudus.
Terkait truk tangki milik perusahaan tertentu yang ditemukan di lokasi, Danang menyebut mobil tersebut didapati tanpa ada sopir. Oleh karena itu, pihaknya belum bisa meminta keterangan perusahaan lantaran kantornya berada di luar pulau Jawa.
Polisi memastikan truk tangki bukan penyalur BBM yang bekerja sama dengan PT Pertamina. Namun polisi tetap mendalaminya untuk memastikan ada tidaknya keterlibatan pihak lain.
Diketahui, sebelumnya tim dari Polda Jateng dan Polres Kudus telah mengamankan pelaku penimbunan BBM bersubsidi dengan barang bukti sebanyak 12 ton Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis solar yang ditimbun di sebuah gudang di Dukuh Bae Pondok RT 1/3 Desa Bae, Kecamatan Bae.
Pelaku berinisial AW yang menimbun minyak dari tersangka AR, 28. Kemudian hasil timbunan tersebut dibeli PT ASS dan menjual kembali ke perusahaan.
Para tersangka dapat dijerat Pasal 54 Undang-Undang RI nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Pasal 55 UU RI nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja. Sedangkan ancaman hukumannya enam tahun penjara dan denda Rp 60 miliar. (YM/YM)