Kudus, isknews.com – Sejumlah Desa di Kudus kelimpungan terkait masalah sampah akibat ditutupnya akses ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Desa Tanjungrejo Kecamatan Jekulo, Kudus. Situasi ini memaksa Pemdes untuk mencari lahan alternatif sementara guna menangani penumpukan sampah yang semakin mengkhawatirkan. Salah satu diantaranya Bank Sampah Sumber Pangan Sejati di Desa Jati Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus.
Kepala Desa Jati Kulon, Hery Supriyanto, mengungkapkan bahwa pengelolaan sampah selama ini dijalankan oleh BUMDes Sumber Pangan Sejati, yang melayani 1.880 pelanggan rumah tangga. Namun, sejak beberapa hari terakhir, sampah yang terkumpul tidak dapat dibuang ke TPA.
“Sampah yang sudah dikumpulkan kini memenuhi tiga kontainer, satu truk dump, dan beberapa bentor. Kami berharap TPA segera dibuka agar pengelolaan sampah kembali normal. Jika tidak, kami harus mencari solusi darurat, seperti membakar sampah di lahan desa yang jauh dari permukiman,” ujar Hery saat meninjau bank sampah desa, Senin (20/1/2025).
Sejak Juli 2023, BUMDes telah bekerja sama dengan PT Djarum untuk mengelola sampah organik. Sampah yang dikelola meningkat signifikan, dari 10 tong menjadi 45 tong. Masyarakat juga telah menunjukkan peningkatan kesadaran dalam memilah sampah, dengan 40-50 persen warga kini aktif memilah antara sampah organik dan anorganik.
Penutupan akses ke TPA telah menciptakan situasi darurat. Hery menambahkan bahwa meskipun pembakaran sampah bisa menjadi solusi sementara, kendala seperti musim hujan dan sampah basah tetap menjadi tantangan.
“BUMDes kami telah berupaya mengurangi biaya operasional dengan membeli truk dump yang mampu mengangkut dua kontainer dalam sekali jalan. Ini menghemat biaya hingga Rp150.000 per ritase, tetapi masalah akses TPA di luar kendali kami,” jelasnya.
Heri membeberkan bahwa bank sampah setempat telah memiliki insinerator atau alat yang digunakan untuk membakar limbah padat, yang diberikan oleh PT Djarum. Namun, hingga hari ini belum ada instruksi untuk pengoperasionalan.
“Dari Dinas PKPLH dan PT Djarum belum ada instruksi untuk mengoperasionalkan insinerator, padahal kabarnya awal tahun 2025 seharusnya mulai berjalan. Kalau dioperasikan bisa mengelola satu ton sampah per jam,” tutusnya.
Selama tahun 2023, BUMDes telah menghabiskan Rp44 juta untuk biaya pengangkutan sampah ke TPA. Meski langkah efisiensi telah dilakukan, keberlanjutan pengelolaan sampah sangat bergantung pada pembukaan kembali akses TPA.
Saat ini, pemerintah desa tengah menginventarisasi aset untuk menemukan lahan alternatif sementara sebagai tempat pengolahan sampah. “Kami hanya bertugas mengelola sampah dari masyarakat, sedangkan akses ke TPA adalah tanggung jawab bersama. Jika masalah ini tidak segera diatasi, dikhawatirkan dapat menimbulkan persoalan baru di masyarakat,” tegas Hery.
Desa Jati Kulon berharap dukungan dari Dinas PKPLH Kudus dan pengelola TPA untuk segera menemukan solusi agar pelayanan pengelolaan sampah dapat kembali berjalan lancar. (AS/YM)