Pati, isknews.com (Lintas Pati) – Petani tebu diresahkan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), mereka menilai kebijakan tersebut tidak berpihak kepada petani. Selain itu, mereka juga semakin dihimpit Harga Eceran Tertinggi (HET) yang membuat para petani semakin terpuruk.
“Kasihan para petani, mereka dibuat bingung dengan ketidakjelasan terkait kebijakan PPN, itu sangat meresahkan. Ditambah, HET yang dipatok Rp 12.500 perkilogramnya,” ungkap Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Pati, Adji Sudarmadji, Sabtu (05/08/2017).
Sebelumnya, lanjut dia, Dirjen Pajak mengeluarkan kebijakan, petani tidak dikenakan PPN untuk tebu yang digiling menjadi gula. Berbeda, jika tebu dijual pedagang dan investor dari tangan petani, maka tetap dikenakan PPN.
“Pedagang dan investor gula, khawatir saat menjual gula eks petani tetap dikenakan pajak. Hal itulah yang akhirnya, membuat pedagang dan investor tidak mau membeli gula eks petani. Akhirnya Gula beribu-ribu ton numpuk di pabrik gula. Gulanya petani pun tidak laku,” paparnya.
Sesuai Surat Keputusan (SK) Pertanian, Adji menambahkan, bagian gula petani yang bisa diambil paling banyak 10 persen saja. Sedang, gula lainnya dijual dan dipercayakan APTRI melalui sistem lelang. Sayangnya, sistem lelang tersebut, tidak bisa berjalan. Pasalnya, tidak ada yang mau membeli karena takut terkena PPN.
“Karena persoalan itu, ada beberapa petani yang mengambil jatah gula lebih dari 10 persen sesuai ketentuan, dan mereka menjualnya sendiri,” tukasnya.
Nahasnya, gula yang harusnya dijual Rp 11.500 perkilogramnya, karena petani berupaya menjual sendiri, harganya pun anjlok diangka Rp 10.000 perkilogram. Akibatnya, petani tebu menanggung banyak kerugian. (Wr)