Kudus, isknews.com – Sejumlah warga Desa Jati Wetan, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, terus mengeluhkan aktivitas truk pengangkut tanah yang melintas di jalanan umum. Truk-truk ini mengangkut tanah hasil pengerukan dari proyek pembangunan kolam retensi yang sedang berlangsung di desa tersebut.
Aktivitas ini tidak hanya menimbulkan kebisingan dan polusi debu, tetapi juga membuat jalanan licin saat hujan, sehingga mengganggu kenyamanan warga.
Amad, salah satu warga Jati Wetan, menjelaskan bahwa tanah yang menempel di roda truk sering kali tercecer di sepanjang rute yang dilalui. Hal ini membuat jalanan berdebu ketika tanah mengering, dan menjadi licin saat diguyur hujan. Kondisi tersebut mengakibatkan ketidaknyamanan bagi warga yang tinggal di sekitar rute truk.
“Jalanan jadi berdebu dan itu mengganggu pernapasan. Bahkan debunya ada yang sampai masuk kamar warga,” ungkap Amad.
Dia berharap pihak yang bertanggung jawab atas proyek ini dapat lebih memperhatikan dampak dari mobilitas truk yang sering melintas.
“Yang awalnya bersih jadi kotor, mohon perhatiannya,” tambahnya.
Menanggapi keluhan warga, Kepala Desa Jati Wetan, Agus Susanto, menyatakan bahwa tanah yang diangkut truk tersebut memang akan digunakan untuk kepentingan masyarakat. Tanah hasil pengerukan ini akan dipakai untuk pengurukan dan peninggian sejumlah fasilitas umum, seperti lapangan sepak bola, lapangan voli, halaman masjid, serta peninggian jalan kampung.
“Jadi tanah itu merupakan permintaan warga. Truk pembawa tanah lewatnya memang di jalan warga, karena jalannya cuma ada di situ,” jelas Agus.
Ia menambahkan bahwa pihak PT WiKA, kontraktor yang mengerjakan pembangunan kolam retensi, sudah bertanggung jawab dengan membersihkan bekas lintasan truk setiap sore menggunakan air.
“Jalan yang dikeluhkan warga itu berada antara Dukuh Gendok hingga Dukuh Tanggulangin, karena truk membawa tanah ke sana atas permintaan warga untuk pengurukan masjid, lapangan, dan peninggian jalan,” lanjut Agus.
Agus juga menjelaskan bahwa tanah uruk tersebut diambil dari galian kolam retensi yang jaraknya kurang dari 2 kilometer dari lokasi proyek, dan diberikan secara gratis kepada masyarakat sekitar.
Sebelum distribusi tanah dilakukan, warga desa telah menyetujui pengiriman tanah ini, dengan bukti dokumen persetujuan yang sudah ditandatangani oleh warga terkait.
“Setiap permintaan dari warga harus ada persetujuan terlebih dahulu. Dokumennya sudah ditandatangani sebagai bentuk persetujuan,” tegas Agus.
Namun, Agus menegaskan bahwa jika memang pendistribusian tanah ini dinilai mengganggu kenyamanan warga, hal tersebut akan dievaluasi. Pihaknya juga berjanji untuk memaksimalkan proses pembersihan agar jalanan tidak lagi terganggu oleh debu dan tanah.
“Permintaan ini sudah berjalan sekitar 6 bulan. Jika ada keluhan, kami akan evaluasi dan memastikan pembersihan lebih maksimal,” ujarnya.
Proyek pembangunan kolam retensi yang terbentang di tiga dukuh, yakni Dukuh Gendok, Tanggulangin, dan Dukuh Barisan di Desa Jati Wetan, saat ini sudah hampir selesai.
Agus menyebutkan bahwa proyek ini, yang dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) sebesar Rp350 miliar, dijadwalkan rampung pada akhir tahun 2024.
Kolam retensi ini diharapkan dapat menampung air hujan dan mengurangi risiko banjir di Desa Jati Wetan dan sekitarnya, sehingga meski ada keluhan, proyek ini tetap dianggap penting bagi warga di masa depan. (YM/YM)