Kudus, isknews.com – Pemerhati lingkungan, Hendy Hendro, menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi darurat sampah yang saat ini melanda Kabupaten Kudus. Sampah yang menumpuk di berbagai sudut kota, pasar, dan pemukiman warga dinilai telah mencapai tahap yang sangat mengkhawatirkan.
“Sangat menyedihkan, Kudus saat ini darurat sampah. Jalan-jalan di kota dipenuhi tumpukan sampah. Jika terus dibiarkan, Kudus bisa menjadi kota yang kotor, semrawut, dan berpotensi menjadi sumber berbagai penyakit,” ujar Dosen fakultas Pertanian UMK ini, Senin (20/01/2025).
Hendy menyoroti bahwa permasalahan sampah yang semakin menggunung ini bukan hanya mencoreng citra kota Kudus tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat. Menurutnya, kondisi ini membutuhkan langkah cepat dari pemerintah daerah agar krisis tidak semakin meluas.
“Masalah ini sangat serius. Sampah yang menumpuk tidak hanya merusak keindahan lingkungan tetapi juga membawa dampak buruk bagi kesehatan masyarakat,” jelasnya.
Ia juga mengkritisi penutupan TPA Tanjungrejo yang dinilai memperburuk situasi. Hendy yang juga ketua Forum DAS Muria mengatakan, keputusan tersebut memberikan efek domino berupa lingkungan yang semakin tidak terawat, polusi udara akibat bau sampah, serta potensi meningkatnya penyakit di masyarakat.
“Keputusan menutup TPA tanpa solusi alternatif hanya memperburuk keadaan. Sampah menjadi tidak terkelola, dan masyarakatlah yang paling dirugikan,” tambah Hendy.
Selain itu, Hendy mengingatkan tentang dampak air lindi yang berasal dari tumpukan sampah di TPS maupun TPA. Ia menyebutkan, air lindi yang tidak tertangani dapat mencemari tanah dan sumber air sehingga tidak layak konsumsi.
“Air lindi yang mengalir ke lingkungan sekitar dapat merusak ekosistem, mencemari sumur, dan menyebabkan krisis air bersih. Ini ancaman yang sangat serius,” tutur ketua konsorsium Muria Hijau.
Menurut Hendy, pemerintah harus segera mengambil langkah konkret untuk menangani persoalan ini. Ia menyarankan beberapa solusi, di antaranya memperluas TPA dengan standar yang lebih baik, menciptakan desa mandiri sampah, dan memastikan fasilitas pengelolaan sampah berfungsi secara optimal.
“Langkah-langkah ini bisa menjadi solusi jangka panjang, tetapi yang terpenting adalah segera bertindak untuk mengurangi dampak saat ini,” katanya.
Hendy juga menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat dalam mengelola sampah. Ia menyebut bahwa masyarakat perlu dilibatkan melalui program-program yang mendorong pengelolaan sampah mandiri.
“Selain pemerintah, masyarakat juga memiliki peran penting. Dengan edukasi yang baik, kita bisa membangun kesadaran kolektif untuk mengelola sampah sejak dari rumah,” jelasnya.
Ia berharap pemerintah daerah dapat memberikan perhatian lebih terhadap permasalahan sampah ini. Menurut Hendy, jika dikelola dengan baik, sampah tidak hanya menjadi beban tetapi juga bisa menjadi komoditas bernilai ekonomi.
“Sampah bisa menjadi peluang jika dikelola dengan teknologi yang tepat. Pemerintah harus melihat ini sebagai tantangan sekaligus peluang,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua LSM Hijau yang mengaku berkonsentrasi pada isu lingkungan hidup dan sosial, Soleh Isman, melontarkan kritik tajam terhadap pemerintah daerah terkait penanganan sampah yang dinilainya amburadul. Menurut Soleh, kondisi darurat ini adalah bukti lemahnya manajemen limbah dan perencanaan sejak awal.
“Penanganan sampah saat ini tidak bisa dilakukan secara instan. Semua butuh proses, termasuk penganggaran. Namun, situasi seperti ini seharusnya sudah diantisipasi sejak lama,” ujarnya.
Soleh mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh sampah. Ia menyebut bahwa air lindi dari tumpukan sampah yang tidak terkelola dapat mencemari lingkungan dan membahayakan masyarakat.
“Air lindi ini sangat berbahaya jika dibiarkan mengalir tanpa pengolahan. Lingkungan sekitar akan tercemar, dan masyarakat di sekitarnya akan menderita,” tegas Soleh.
Ia juga menyoroti kurangnya inisiatif pemerintah dalam memanfaatkan sampah sebagai komoditas bernilai ekonomi.
“Sampah sebenarnya bisa dikelola menjadi sumber daya yang bermanfaat. Namun, saat ini yang terjadi adalah kegagalan total dalam pengelolaannya,” jelasnya.
Soleh menambahkan bahwa DPRD juga memiliki tanggung jawab besar dalam pengawasan masalah ini. Ia menilai bahwa peran DPRD sebagai pengawas kebijakan pemerintah belum berjalan dengan maksimal.
“Ketika ada kegagalan seperti ini, DPRD juga harus bertanggung jawab. Mereka harus lebih tegas dalam mendorong kebijakan yang berpihak pada penyelesaian masalah sampah,” katanya.
Dalam waktu dekat, Soleh berencana mengadakan audiensi dengan pemerintah daerah dan DPRD untuk membahas langkah penanganan darurat. Ia menilai bahwa meskipun penyelesaian jangka panjang membutuhkan waktu, langkah cepat harus segera diambil untuk mengurangi dampak saat ini.
“Kami akan mendorong kebijakan yang cepat dan tepat untuk menangani kondisi darurat ini,” jelasnya.
Soleh juga menyayangkan bahwa persoalan TPA Kudus sudah terlambat diatasi sejak satu dekade lalu.
“Ini masalah yang sudah dibiarkan terlalu lama. Seharusnya sejak sepuluh tahun lalu pemerintah sudah mempersiapkan solusi yang lebih baik,” ujarnya.
Ia berharap agar pemerintah daerah tidak setengah hati dalam menangani krisis ini. Menurutnya, kondisi ini membutuhkan langkah berani dan tindakan cepat agar tidak semakin merugikan masyarakat.
“Jangan sampai pemerintah hanya memberikan janji tanpa realisasi. Ini saatnya bertindak nyata,” tegasnya.
Soleh juga mengancam akan memobilisasi motor sampah roda tiga untuk membuang sampah di pendopo jika pemerintah kabupaten tak kunjung memiliki solusi bagi warganya terkait pembuangan sampah.
“Ini adalah bentuk protes kami agar pemerintah segera mengambil tindakan nyata. Warga sudah sangat dirugikan,” pungkasnya. (YM/YM)