Kudus, isknews.com – Sengketa batas tanah antara Musala Al Khoirot di RT 4 RW 5 Desa Gribig, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, dengan sebidang tanah milik warga di sebelah utaranya yang kini telah dibangun menjadi bangunan dua lantai milik Suyono, masih menjadi perdebatan selama empat tahun terakhir.
Terkait sengketa ini, musyawarah bersama digelar di Musala Al Khoirot pada Minggu (16/02/2025). Pertemuan tersebut dihadiri oleh Kepala Desa, Pengurus MWC NU Kecamatan Gebog, para pengurus musala, serta tokoh masyarakat.
Menurut Sabar, salah satu warga sekaligus pengurus musala, masalah ini bermula dari pergeseran batas tanah yang menyebabkan berkurangnya area wakaf untuk musala.
“Tadi hasil rapat menyepakati bahwa akan dilakukan lagi pengukuran ulang yang akan kami mintakan kepada petugas ukur dari kantor ATR/BPN Kudus,” terang Sabar.
Ia menegaskan bahwa perjuangan ini bukan kepentingan pribadi, melainkan amanah yang harus dijaga dan tanggung jawab moral kepada Nahdlatul Ulama selaku penerima tanah wakaf dan para pewakifnya untuk memastikan ukuran tanah wakaf yang sebenarnya.
“Sejak awal, sertifikat tanah ini saya yang urus. Musala kecil yang pertama itu saya yang membangun, dan saat dilakukan pengukuran pada 5 Januari 2020, semua pihak telah menyepakati batas dan ukuran tanah mushola,” jelasnya.
Namun, seiring waktu, batas tanah tersebut diduga mengalami pergeseran. Sabar menyebut bahwa setelah pengukuran ulang dilakukan, batas tanah mushola bergeser hingga 35 cm ke selatan dengan panjang sekitar 11 meter.
“Saya sudah mencoba meminta pengukuran ulang ke BPN, tetapi selalu ada kendala,” ujar Sabar. Ia juga menduga ada pihak tertentu yang menghambat proses tersebut.
Menurutnya, bahkan seorang petugas BPN yang seharusnya datang ke lokasi tiba-tiba membatalkan rencana pengukuran atas perintah atasannya.
“Pernah ada petugas yang bilang bahwa dia dilarang oleh kepala BPN untuk datang ke lokasi,” tambahnya.
Pada tahun 2020, pengurus mushola sempat meminta bantuan kepada Pak Nusron (Red-Nusron Wahid), tokoh Banser Nahdlatul Ulama, untuk membantu menyelesaikan sengketa ini. Upaya mediasi pun telah dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak.
Seiring berkembangnya perumahan sekitar 20 tahun lalu, pembelian lahan untuk perluasan mushola dilakukan secara bertahap. Namun, sebelum pembangunan mushola rampung, tanah di sebelahnya sudah lebih dulu dibangun oleh pihak lain.
Akibatnya, luas tanah yang diwakafkan menjadi berkurang. Berdasarkan pengukuran desa, batas tanah yang seharusnya memiliki muka 35 cm dan belakang 56 cm mengalami pergeseran.
“Setiap saya minta ukur ulang ke BPN, selalu ada hambatan. Ada saksi kunci di BPN yang mengetahui masalah ini,” tambah Sabar.
Dokumen hasil pengukuran desa yang dilakukan pada 5 Januari 2020 menunjukkan bahwa pengukuran tanah mushola telah disepakati oleh semua pihak.
Namun, hingga kini sengketa masih berlanjut. Upaya mediasi sudah dilakukan, termasuk melibatkan tokoh NU, namun belum mencapai kesepakatan final.
Menurut Sabar, masalah ini bukan sekadar pergeseran batas tanah, tetapi lebih besar dari itu. Ia menduga adanya praktik mafia tanah yang menyebabkan perubahan batas tanah wakaf tersebut.
“Saya ingin kejelasan dan keadilan. Ini tanah wakaf untuk umat, bukan milik pribadi. Jangan sampai ada mafia tanah yang bermain,” tegasnya.
Warga berharap agar pengukuran ulang dilakukan secara transparan dan adil agar hak atas tanah wakaf Mushola Al Khoirot dapat dikembalikan seperti semula.
Sementara itu, Suyono, pemilik lahan yang dituding mencaplok sebagian tanah sengketa, sembari tersenyum mempersilakan warga yang tidak puas untuk melakukan pengukuran ulang, bahkan memasang patok jika memang terbukti ada pelanggaran.
“Kami taat aturan dan punya sertifikat resmi, monggo silakan kalau mau melakukan pengukuran ulang,” ujarnya kepada media ini.(YM/YM)