Perkuat Moderasi, KKN Dersalam Hadirkan Lima Tokoh Lintas Iman dan Kepercayaan

oleh -1,674 kali dibaca

Kudus, isknews.com – Penguatan moderasi beragama terus dilakukan oleh kelompok KKN-IK IAIN Kudus di Desa Dersalam. Pada Jumat (24/9/2021) bertempat di Balai Desa Dersalam, KKN-IK mengadakan acara seminar bertajuk Dersalam Ngaji Moderasi.

Acara dengan tema besar Ngabekti Marang Gusti, Urip Kang Gemati ini menghadirkan tokoh dari berbagai agama dan penghayat kepercayaan. Yaitu dari tokoh Islam dihadiri oleh Moh. Rosyid, dari tokoh Buddha adalah Pandita Suparno Bodhi Cakra, tokoh Kristen adalah Pendeta Erick Sudharma. Turut hadir tokoh penghayat kepercayaan Sapto Darmo Bapak Norlan dan Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Kudus I Putu Dantre.

Acara diawali dengan sekapur sirih dari tokoh Desa Dersalam, Setya Gunawan Wahib Wahab (Wawan) yang menyampaikan kondisi keberagamaan di Desa Dersalam.

Wawan mengungkapkan bahwa masyarakat Dersalam beragam dan hidup rukun. Dalam kehidupan beragama, tidak pernah ada selisih paham antar warga.

“Setiap ada riak kecil di Whatsapp grup warga, solusinya itu diajak madhang geden (makan bersama). Itu sudah langsung beres,” ungkapnya.

Pembicara pertama, Pandita Suparno mengulas secara lengkap tugas manusia sesuai dengan tema Ngabekti Marang Gusti, Urip Kang Gemati. Dia mengungkapkan bahwa moderasi beragama artinya pengamalan agama melalui jalan tengah.

Dia mengungkapkan bahwa ngabekti marang Gusti tugas manusia adalah menaati perintah Tuhan. Yaitu membersihkan raga, macak semedi (merapal) memusatkan perhatian pada Gusti.

“Ngabekti itu ada istilah jiwo lan rogo, rogo lan sukma. Raga harus dibersihkan, dalam jawa itu adus kramas. Setelah itu pacak semedi, mengalahkan nafsu panca indera,” ungkapnya.

Sedangkan pengertian urip kang gemati adalah proses kehidupan yaitu dengan melaksanakan kewajiban Gusti dan melaksanakan kehidupan bermasyarakat.

“Urip kang gemati artinya hidup itu berproses, hidup itu tidak berhenti,” tuturnya.

Dia mengatakan manusia harus hidup mengayomi layaknya pohon besar, artinya memberi teduhan pada makhluk lain dan memberi manfaat.

Suparno mengungkapkan hidup ada dua kebutuhan supaya menjadi harmonis dan tentram. Yaitu menuruti kebutuhan hidup dan menuruti kebutuhan keinginan. Jika ingin tentram, harus mengikuti kebutuhan hidup.

“Urip kang gemati itu adalah ngabekti yang tulus lahir batin,” ujar Suparno.

Sedangkan dari sisi agama Kristen, Pendeta Erick mengungkapkan bahwa tugas manusia sesuai dengan Al-Kitab ada dua, yaitu mengabdi pada Tuhan Allah dan mengasihi makhluk seperti mengasihi diri sendiri.

Dia mengungkapkan lima nilai dalam kekristenan yang harus ditaati sebagai acuan hidup sebagai poin dari urip kang gemati.

“Ada nilai yang patut dijunjung tinggi, yaitu kasih, kebenaran, keadilan, perdamaian, dan kebutuhan cipta. Dan saya pikir lima nilai ini ada di semua agama. Untuk kita saling mengasihi butuh kesadaran pada nilai kemanusiaan yang Tuhan karuniakan pada kita,” ungkapnya.

Sehingga dalam menjalankan hidup bermasyarakat yang beragam harus menanmkan nilai cinta kasih. Melalui nilai ini, maka setiap umat akan bermoderasi.

Selanjutnya adalah Bapak Moh. Rosyid, aktivis dan pembela hak agama dan penghayat kepercayaan yang mengingatkan bahwa adanya keragaman adalah kehendak dari Allah SWT.

Rosyid menjelaskan secara rinci problematika keagamaan di Indonesia. Menurutnya, selama ini penghayat kepercayaan tidak mendapat tempat karena anggapan bahwa hanya enam agama yang diakui Indonesia.

“Tidak boleh negara mengatur jumlah agama yang diakui. Karena dalam pasal 29 UUD 1945, negara itu menjamin penduduk untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya,” ungkapnya.

Dia mengatakan bahwa Kabupaten Kudus secara keseluruhan sudah bermoderasi. Yang menjadi catatan adalah sikap sekarang yang membuat penghayat kepercayaan tersingkir.

“Di Kudus ada delapan aliran kepercayaan, dan mereka semua menunduk,” kata dia.

Moderasi beragama sangat penting bagi aparatur desa, karena urusan keagamaan harus diselesaikan secara adil. Rosyid menyontohkan kisah pembagian kuburan.

Dirinya pernah menengahi kasus seorang penghayat kepercayaan yang meninggal dan hendak di makamkan di kuburan umum milik desa, namun pemakamannya ditolak oleh masyarakat.

Setelah berdiskusi, diperolehlah hasil bahwa makam tersebut adalam makam umum. Semua warga, dari agama atau kepercayaan manapun dipersilahkan memakamkan disitu.

“Menurut saya ini adalah bentuk moderasi yang tinggi, dan harus diaplikasikan di Desa Dersalam ini,” kata dia.

Acara ini diakhiri dengan doa empat agama (Islam, Budha, Kristen, Hindu) dan doa Penghayat Kepercayaan Sapto Darmo. (Melina/ADH/*)

KOMENTAR SEDULUR ISK :

No More Posts Available.

No more pages to load.